Uang pun menguap sangat cepat. Sementara pundi-pundi keuntungan yang dihasilkan "sihir diskon" mengguyur bagaikan air hujan.
Siapa dirugikan, siapa diuntungkan, silakan dikalkulasi. Yang pasti, secara psikologis, kita patut waspada. Apakah kita termasuk orang yang mengidap oniomania (compulsive buying disorder) atau orang yang memiliki obsesi belanja berlebihan?
Seorang oniomania merasa wajib berbelanja, tidak karena butuh melainkan ingin dan senang---dan otomatis menguras banyak uang---untuk memenuhi legitimasi pemberian hadiah atau sekadar untuk memenuhi hasrat pribadi, terutama pada momentum penting seperti Hari Raya Idul Fitri, Tahun Baru, Natal, Hari Belanja Online Nasional.
Siapa yang mengharuskan dia belanja untuk membenarkan legitimasi pemberian hadiah? Tidak ada siapa pun kecuali dirinya sendiri. Kamuflase psikologis ini dijadikan pembenaran untuk menuntaskan nafsu berbelanja yang tiada bisa dikontrol.
Perilaku oniomania tidak terbatas pada aktivitas belanja online. Belanja secara manual alias offline tidak menutup kemungkinan menjebak kita menjadi seorang oniomania.
Artinya, bukan terutama kita belanja secara apa, online ataukah offline? Bukan bergantung pada ada penawaran diskon atau tidak. Tidak pula dipengaruhi kita belanja di supermarket atau pasar tradisional.
Segalanya kembali kepada manusia-nya, kepada kejernihan pikirannya, kepada kebeningan hatinya, kepada kewaspadaan kuda-kuda logika dan akal sehatnya.[]
Jagalan, 130520
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H