Kemauan berbagi bukan terutama soal yang kaya memberi yang miskin. Tidak berurusan antara yang berlimpah menyumbang kepada yang kekurangan. Bahkan, maaf, tidak pula ada kaitannya dengan kemuliaan "tangan di atas" lebih baik daripada "tangan di bawah".
Namanya saja berbagi. Ia bertumpu pada sikap empati, tepa selira, Â sawang siwanang. Bisa pula berangkat dari rasa tidak tega menyaksikan keadaan tetangga atau sedulur kita. Rasa tidak tega ini sama sekali tidak mensyaratkan kekayaan yang menumpuk.
Itu sebabnya, kita dianjurkan tetap berbagi dalam kondisi lapang dan sempit.
Amma ba'du. Rombongan yang berkumpul di rumah saya, siang itu, Kamis (7/5/2020), bukan para konglomerat. Bukan para bos yang ketika wahing mengeluarkan satu karung uang.
Pukul sembilan pagi, karung berisi dua ratus paket kebutuhan pokok dinaikkan ke atas pick up. Tujuan pertama adalah Balai Desa Banjardowo.
Di sana telah menunggu perangkat desa. Seratus paket kebutuhan pokok diturunkan. Tidak pakai "gaya-gayaan" seremonial. Cukup saling mengucap terima kasih dan saling mendoakan kebaikan.
Lalu tancap gas lagi menuju kecamatan Plandaan Jombang. Saya sering mendengar dusun Rapahombo yang jadi tujuan kami. Tapi, saya belum pernah ke sana.
Jaraknya dari Jombang melalui rute tercepat versi Google Map lewat desa Tanjung Wadung hanya 33,6 km. Â
Tiba di Kec. Megaluh, kami harus nambang untuk menyeberangi sungai berantas. Ongkos nambang lima ribu rupiah untuk mobil. Jasa penambangan perahu ini pernah panen rezeki ketika jembatan Ploso diperbaiki. Truk dan mobil memilih nambang ketimbang didera kemacetan panjang di Ploso.