Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uji Nyali Menembus Belantara, Menerabas "Jalan yang Bukan Jalan"

8 Mei 2020   21:22 Diperbarui: 8 Mei 2020   21:29 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setelah menyerahkan bantuan kepada Baitul Maal dusun Rapahombo, kami ngobrol bersama warga. Foto: Dok. pribadi/ASS

Kemauan berbagi bukan terutama soal yang kaya memberi yang miskin. Tidak berurusan antara yang berlimpah menyumbang kepada yang kekurangan. Bahkan, maaf, tidak pula ada kaitannya dengan kemuliaan "tangan di atas" lebih baik daripada "tangan di bawah".

Namanya saja berbagi. Ia bertumpu pada sikap empati, tepa selira,  sawang siwanang. Bisa pula berangkat dari rasa tidak tega menyaksikan keadaan tetangga atau sedulur kita. Rasa tidak tega ini sama sekali tidak mensyaratkan kekayaan yang menumpuk.

Itu sebabnya, kita dianjurkan tetap berbagi dalam kondisi lapang dan sempit.

Amma ba'du. Rombongan yang berkumpul di rumah saya, siang itu, Kamis (7/5/2020), bukan para konglomerat. Bukan para bos yang ketika wahing mengeluarkan satu karung uang.

Sebelum bahan kebutuhan pokok dibagikan kepada warga yang berhak menerima, kami berdoa mudah-mudahan kebaikan ini menjadi berkah dan manfaat. Foto: Dok. pribadi/ASS
Sebelum bahan kebutuhan pokok dibagikan kepada warga yang berhak menerima, kami berdoa mudah-mudahan kebaikan ini menjadi berkah dan manfaat. Foto: Dok. pribadi/ASS
Pada konteks tertentu, kawan-kawan saya justru manusia yang gagah bermartabat. Punya harga diri tidak ngemis-ngemis. Keyakinan mereka cuma satu: motivasi berbuat baik ya karena perbuatan itu baik. Tidak ada udang "pamrih" di balik batu. Titik.

Pukul sembilan pagi, karung berisi dua ratus paket kebutuhan pokok dinaikkan ke atas pick up. Tujuan pertama adalah Balai Desa Banjardowo.

Di sana telah menunggu perangkat desa. Seratus paket kebutuhan pokok diturunkan. Tidak pakai "gaya-gayaan" seremonial. Cukup saling mengucap terima kasih dan saling mendoakan kebaikan.

Lalu tancap gas lagi menuju kecamatan Plandaan Jombang. Saya sering mendengar dusun Rapahombo yang jadi tujuan kami. Tapi, saya belum pernah ke sana.

Doni, Zamroni dan Hari menurunkan bantuan kebutuhan pokok di depan balai desa Banjardowo. Tetap bergairah meski tengah berpuasa. Foto: Dok. pribadi/ASS
Doni, Zamroni dan Hari menurunkan bantuan kebutuhan pokok di depan balai desa Banjardowo. Tetap bergairah meski tengah berpuasa. Foto: Dok. pribadi/ASS
Kabarnya, itu dusun berada di pojok perbatasan Jombang paling barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Nganjuk, sebelah barat dengan Kab. Lamongan, sebelah utara dengan Kab. Bojonegoro. Jumlah kepala keluarga di sana cukup minimalis: 75 KK.

Jaraknya dari Jombang melalui rute tercepat versi Google Map lewat desa Tanjung Wadung hanya 33,6 km.  

Tiba di Kec. Megaluh, kami harus nambang untuk menyeberangi sungai berantas. Ongkos nambang lima ribu rupiah untuk mobil. Jasa penambangan perahu ini pernah panen rezeki ketika jembatan Ploso diperbaiki. Truk dan mobil memilih nambang ketimbang didera kemacetan panjang di Ploso.

Nambang, melintasi sungai berantas di Kec. Megaluh Jombang. Sore hari di sekitar sungai berantas ramai dijadikan lokasi ngabuburit warga. Foto: Dok. pribadi/ASS
Nambang, melintasi sungai berantas di Kec. Megaluh Jombang. Sore hari di sekitar sungai berantas ramai dijadikan lokasi ngabuburit warga. Foto: Dok. pribadi/ASS
Masuk kecamatan Plandaan, jalan mulus diaspal dan dicor. Berbeda dengan sepuluh tahun lalu yang masih berupa jalan makadam. Di sepanjang jalan, pintu masuk atau gapura desa banyak yang ditutup. Tulisan "Tidak menerima tamu", "Warga dari luar desa harap lapor", "Lawan Covid-19" menjadi pemandangan yang jamak ditemui.

Tiba di desa Pojok Klitih kami istirahat. Siang cukup terik. Tenggorokan kering. Tidak ada niat membatalkan puasa meskipun ini belum separo perjalanan. Teras rumah warga yang asri jadi sasaran untuk ndlosor sejenak. Merebahkan badan, ngencengno punggung.

Sambil menunggu pasukan motor yang akan menjemput, kami berunding dengan pemuda desa setempat. Mobil harus ditinggal. Sangat berisiko membawa "mobil kota" yang tidak kompatibel dengan struktur medan.

Berunding dengan pemuda desa Pojok Klitih. Mobil harus ditinggal dan diganti
Berunding dengan pemuda desa Pojok Klitih. Mobil harus ditinggal dan diganti
Yang akan kami lewati tidak layak disebut jalan, demikian peneguhan salah seorang warga. Itu pun sebenarnya memang bukan jalan. Lebih tepatnya, jalan setapak di tengah hutan.

Dalam kondisi berpuasa memang berat menempuh medan yang ekstrem. Beberapa teman bahkan memutuskan tidak ikut bersama rombongan. Sebenarnya eman juga melewatkan kesempatan ini. Setelah diyakinkan ia pun bangkit kembali ikut bersama rombongan.

Saya sudah niat ingsun sejak awal akan menemani rombongan hingga tiba di lokasi. Puasa bukan kendala. Pasti masih lebih berat saudara kita yang belum tahu akan bisa berbuka atau tidak karena ketiadaan makanan.

Apakah warga Rapahombo hidup dalam kekurangan bahan makanan? Tidak. Mereka baik-baik saja dan semoga akan baik-baik saja. Yang tengah kami lakukan adalah meneguhkan komitmen untuk selalu connecting happiness dengan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Terdengar suara knalpot meraung-raung. Dari kejauhan enam rombongan pasukan bermotor telah datang. Pengendaranya anak-anak muda. Yang menjadi joki motor yang saya naiki namanya Rista. Ia siswa kelas dua SMK jurusan mesin di Lamongan.

Salah satu
Salah satu
Saya perhatikan anak-anak muda itu bersama motor yang telah dimodifikasi untuk melahap jalanan yang bukan jalan di tengah hutan. Mereka nyeker alias tidak memakai alas kaki. Motor mereka pun pasti bikin kagum pabrikan yang memproduksinya.

Saya berangkat paling awal bersama Rista. Uji nyali dan uji adrenalin dimulai. Rista menggeber motornya. Suara knalpot motor trail Viar menggelorakan tantangan.

Jalan paving kini berubah jadi jalan tanah berbatu. Di depan kami tampak hutan jati. Jalanan semakin terjal dan menanjak. Saya memegang kedua pundak Rista.

"Nanti jangan ikut njagang, Pak," teriak Rista mengalahkan deru knalpot motornya.

"Siaaap...," saya berteriak kencang.

Maksudnya, kalau motor miring atau terpeleset akibat tanah bebatuan yang licin, saya tidak boleh ikut menurunkan salah satu kaki. Ini soal keseimbangan yang harus dikendalikan oleh satu orang saja. Sebagai penumpang saya manut dan percaya kepada joki saya.

Semakin masuk ke tengah hutan, jalanan kian terjal, licin dan menanjak. Berulang kali kami menerabas jalan setapak. Kiri dan kanan rimbunan semak belukar setinggi dua meter menutupi jalan. Rista menerabasnya. Ia sangat hafal karakter jalan bersama semua kemungkinannya.

Setelah menyerahkan bantuan kepada Baitul Maal dusun Rapahombo, kami ngobrol bersama warga. Foto: Dok. pribadi/ASS
Setelah menyerahkan bantuan kepada Baitul Maal dusun Rapahombo, kami ngobrol bersama warga. Foto: Dok. pribadi/ASS
Sambil tancap gas sesekali tangan kiri Rista menyingkirkan ranting pohon yang menghalangi jalan kami. Tidak terpikir memotret apalagi merekam pakai HP. Bisa-bisa di tengah mendokumentasikan "jalan yang bukan jalan", HP saya terlempar masuk jurang.

Rista memang pengemudi motor handal---sangat handal bahkan, mengalahkan aksi Valentino Rosi. Film James Bond yang mengobrak-abrik pasar sambil naik motor trail belum sebanding dengan aksi Rista.

Jam satu siang kami tiba di depan gerbang dusun Rapahombo. Lega rasanya. Di depan tampak hamparan perkampungan yang sunyi, dikelilingi bukit dan gunung.

Warga dusun Rapahombo yang menerima bantuan kebutuhan pokok. Foto: Dok. Pribadi/ASS
Warga dusun Rapahombo yang menerima bantuan kebutuhan pokok. Foto: Dok. Pribadi/ASS
Di teras masjid bantuan bahan pokok diserahkan kepada pengurus Baitul Maal dusun Rapahombo. Tidak pakai basa-basi. Singkat saja. Selanjutnya, kami ngobrol dan guyon bareng.

Angin semilir, udara sejuk dan sunyi perkampungan di keliling gunung membuat saya tak kuat menahan lelah dan kantuk. Saya ndlosor lagi di teras masjid.

Adzan Asar membangunkan saya. Shalat Asar berjamaah bersama warga di masjid yang sederhana sungguh nikmat rasanya. Kami lantas berpamitan. Beberapa warga meminta kami bermalam, balik ke Jombang besok pagi.

Bantuan juga diserahkan kepada salah satu anak yatim. Foto: Dok. pribadi/ASS
Bantuan juga diserahkan kepada salah satu anak yatim. Foto: Dok. pribadi/ASS
Maaf yang sangat kami sampaikan karena nanti malam harus berbagi dan melakukan connecting happiness di tempat yang lain. Tapi, kami berjanji, mudah-mudahan bisa nyambangi lagi ke dusun ini.

Rista telah bersiap di atas motor trail-nya. Uji nyali dan uji adrenalin babak kedua siap dilanjutkan.

"Siapa, Pak?"

"Siap, Ris."

Motor melesat menembus hutan belantara.[]

Jagalan -- Rapahombo, 080520

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun