Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uji Nyali Menembus Belantara, Menerabas "Jalan yang Bukan Jalan"

8 Mei 2020   21:22 Diperbarui: 8 Mei 2020   21:29 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berunding dengan pemuda desa Pojok Klitih. Mobil harus ditinggal dan diganti

Nambang, melintasi sungai berantas di Kec. Megaluh Jombang. Sore hari di sekitar sungai berantas ramai dijadikan lokasi ngabuburit warga. Foto: Dok. pribadi/ASS
Nambang, melintasi sungai berantas di Kec. Megaluh Jombang. Sore hari di sekitar sungai berantas ramai dijadikan lokasi ngabuburit warga. Foto: Dok. pribadi/ASS
Masuk kecamatan Plandaan, jalan mulus diaspal dan dicor. Berbeda dengan sepuluh tahun lalu yang masih berupa jalan makadam. Di sepanjang jalan, pintu masuk atau gapura desa banyak yang ditutup. Tulisan "Tidak menerima tamu", "Warga dari luar desa harap lapor", "Lawan Covid-19" menjadi pemandangan yang jamak ditemui.

Tiba di desa Pojok Klitih kami istirahat. Siang cukup terik. Tenggorokan kering. Tidak ada niat membatalkan puasa meskipun ini belum separo perjalanan. Teras rumah warga yang asri jadi sasaran untuk ndlosor sejenak. Merebahkan badan, ngencengno punggung.

Sambil menunggu pasukan motor yang akan menjemput, kami berunding dengan pemuda desa setempat. Mobil harus ditinggal. Sangat berisiko membawa "mobil kota" yang tidak kompatibel dengan struktur medan.

Berunding dengan pemuda desa Pojok Klitih. Mobil harus ditinggal dan diganti
Berunding dengan pemuda desa Pojok Klitih. Mobil harus ditinggal dan diganti
Yang akan kami lewati tidak layak disebut jalan, demikian peneguhan salah seorang warga. Itu pun sebenarnya memang bukan jalan. Lebih tepatnya, jalan setapak di tengah hutan.

Dalam kondisi berpuasa memang berat menempuh medan yang ekstrem. Beberapa teman bahkan memutuskan tidak ikut bersama rombongan. Sebenarnya eman juga melewatkan kesempatan ini. Setelah diyakinkan ia pun bangkit kembali ikut bersama rombongan.

Saya sudah niat ingsun sejak awal akan menemani rombongan hingga tiba di lokasi. Puasa bukan kendala. Pasti masih lebih berat saudara kita yang belum tahu akan bisa berbuka atau tidak karena ketiadaan makanan.

Apakah warga Rapahombo hidup dalam kekurangan bahan makanan? Tidak. Mereka baik-baik saja dan semoga akan baik-baik saja. Yang tengah kami lakukan adalah meneguhkan komitmen untuk selalu connecting happiness dengan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Terdengar suara knalpot meraung-raung. Dari kejauhan enam rombongan pasukan bermotor telah datang. Pengendaranya anak-anak muda. Yang menjadi joki motor yang saya naiki namanya Rista. Ia siswa kelas dua SMK jurusan mesin di Lamongan.

Salah satu
Salah satu
Saya perhatikan anak-anak muda itu bersama motor yang telah dimodifikasi untuk melahap jalanan yang bukan jalan di tengah hutan. Mereka nyeker alias tidak memakai alas kaki. Motor mereka pun pasti bikin kagum pabrikan yang memproduksinya.

Saya berangkat paling awal bersama Rista. Uji nyali dan uji adrenalin dimulai. Rista menggeber motornya. Suara knalpot motor trail Viar menggelorakan tantangan.

Jalan paving kini berubah jadi jalan tanah berbatu. Di depan kami tampak hutan jati. Jalanan semakin terjal dan menanjak. Saya memegang kedua pundak Rista.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun