Ngono yo ngono, losss, tidak pakai direm adalah ekspresi budaya dari sikap serakah. Akar keserakahan adalah egoisme kita sendiri: egoisme akidah, egoisme agama, egoisme politik, egoisme ekonomi, egoisme karier.
Ngono yo ngono nanging ojo ngono adalah kesadaran terhadap relativisme. Tidak ada mutlak-mutlakan di dunia. Semuanya masih serba mungkin, semoga, mudah-mudahan. Bahasa Arabnya, la'allakum. Memakai ungkapan yang lain, ia bisa berarti "siapa tahu", "jangan-jangan", "kalau-kalau".
Ukara yang semakna dengan ngono yo ngono nanging ojo ngono adalah ajo dumeh. Jangan mentang-mentang. Ini ukara posisinya koma (,) sehingga bisa dilanjutkan sendiri. Misalnya, ojo dumeh waras, ojo dumeh sugih (kaya), ojo dumeh pangkat (memiliki jabatan), ojo dumeh ngalim (pandai).
Ngono yo ngono nanging ojo ngono dan ojo dumeh mengajarkan sikap rendah hati. Kepala menunduk. Andhap asor di tengah jagat semesta. Semodern apapun pencapaian peradaban manusia, secepat apapun manusia sanggup melakukan transformasi energi, se-digital apapun teknologi melakukan revolusi dirinya, manusia tidak lebih besar dari SARS-CoV-2 di tengah jagat alam raya nan agung dan maha luas ini.
Sahabat saya menyatakan, "Jangan-jangan (nah 'jangan-jangan' lagi) keputusan politik, ekonomi, budaya, pendidikan, pembangunan peradaban manusia, hingga perilaku keseharian per individu, baik bertaraf lokal, nasional hingga global, telah menjadi 'hama' yang mengganggu mekanisme 'detak jatunng' alam semesta ini."
Diperlukan antibodi yang lebih lembut untuk "melawan" hama virus itu. Sebab, faktanya, perubahan iklim, peningkatan permukaan air laut, penurunan tanah, kebakaran hutan, polusi udara yang melewati ambang batas keselamatan bernafas, ancaman kelaparan, kerusakan lingkungan---pokoknya tragedi kemanusiaan yang ditabung manusia sendiri, tidak atau hingga sejauh ini belum mengembalikan manusia pada titik keseimbangan ngono yo ngono nanging ojo ngono.
Pada perspektif ini saya sependapat dengan pandangan sahabat saya. Segala bentuk keputusan dan perilaku kita adalah sejenis virus yang mengacaukan mekanisme "kesehatan" alam semesta. Virus SARS-CoV-2 adalah virus jenis baru yang melawan sesama virus.
Sudahlah, yang penting saat ini kita masih memiliki peluang melakukan pertobatan massal. Tobat dari fanatisme kelompok dan golongan, tobat dari adigang adigung adiguna, tobat dari egoisme keserakahan.
Jangan lupa, setiap orang, setiap kelompok, setiap paguyuban politik, setiap rombongan "pedagang" yang rajin memanen kesejahteraan rakyat juga bertobat dari sikap menyepelekan ajaran nenek moyang kita sendiri yang telah berabad-abad mewariskan filosofi hidup: ojo dumeh dan ngono yo ngono nanging ojo ngono.[]
Jagalan, 27032020