Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Post Truth atawa "Benere Dhewe" dan Rontoknya Nurani Kemanusiaan

18 Oktober 2019   21:25 Diperbarui: 18 Oktober 2019   21:27 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: conatusnews.com

Narasi radikalisme, terorisme, jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang digulirkan justru melahirkan konstruksi ide yang liar. Dugaan pengalihan isu, adegan settingan, upaya rekayasa, penggalangan simpati hingga keasyikan guyonan menjadi tak terelakkan.

Publik dan pemerintah sama-sama kehilangan substansi kemanusiaan atas peristiwa tersebut. Keduanya berlindung di balik batu versi post truth-nya masing-masing.

Ah, makhluk macam apa si post truth ini? Padahal, menurut filosofi Jawa, ia tidak lebih sekadar egoisme bener dhewe. Benarnya sendiri. Benar menurut versi emosi, kepentingan, sudut pandangnya sendiri.

Dhewe atau sendiri bisa berlaku secara individual maupun komunal. Yang merepotkan adalah dhewe yang berlaku secara komunal dan sosial. Siapa yang memegang kekuasaan, dialah pengendali dominan atas "peperangan" narasi benere dhewe.

Sedangkan di atas benere dhewe ada benere wong akeh. Kebenaran orang banyak. Demokrasi dan konsep negara, pada taraf dan kadar tertentu, adalah kesepakatan bersama yang ditopang oleh pilar benere wong akeh.

Dan alangkah jauh posisi kita dari pencapaian bener kang sejati. Kebenaran yang sejati. Ini serupa cakrawala. Tidak ada siapa pun orang yang gagah berani mengatakan dirinya telah tiba di cakrawala.

Pancasila adalah "cakrawala" bener kang sejati, yang semestinya bukan hanya menginspirasi hidup berbangsa dan bernegara. Ia adalah jalan sekaligus arah ke mana bangsa dan negara ini berjalan.

Ironisnya, kita justru berjalan di tempat, untuk tidak menyebut berjalan mundur, di jalan post truth benere dhewe.

Semoga Pak Wiranto dan siapapun yang hidupnya "ditikam" kesewenang-wenangan, segera memperoleh keadilan.[]

Jagalan, 181019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun