Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan-jangan Dia Bukan Manusia

16 September 2019   08:44 Diperbarui: 17 September 2019   19:16 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay.com/PDPics

Malam itu, yang mengemuka dalam diskusi kami bukan bagaimana cara menemukan dan mengenali diri, melainkan mengapa sebagian besar orang zaman now sulit mengerti siapa dirinya?.

Ungkapan "sebagian besar" memang bukan hasil temuan riset resmi. Kami berbagi pengalaman dan menemukan "sebagian besar" mereka tidak atau belum mengenali diri.

Saya juga menjumpai pengalaman serupa. Tidak sedikit dari anak-anak hingga orang dewasa yang saya jumpai melalui forum diskusi, bahkan hingga kuliah di perguruan tinggi, belum menemukan gairah hidupnya.

Mengenali diri, apakah begitu penting, misalnya, untuk menjawab pertanyaan, mengapa kita memiliki perilaku yang khas? Mengapa kita intens merasakan perasaan tertentu sementara abai terhadap perasaan yang lain?.

Kita memiliki gagasan dan defisini tentang siapa diri kita. Namun, rumusan dan definisi itu seringkali tidak lengkap dan tidak konsisten.

Akibatnya, kita mudah diombang-ambingkan oleh opini orang lain tentang diri kita. Lantas kita bersedih terhadap sesuatu yang mestinya kita tidak perlu bersedih. Kita pun mencari kebahagiaan melalui ukuran-ukuran di luar diri kita.

Alih-alih memahami mengapa kita bersedih, kemudian niteni setiap gerak gerik perasaan, pikiran, motivasi. Kita malah menyerahkan diri pada teori kebahagiaan. Kita pada akhirnya mengejar bayangan bernama kebahagiaan.

Tercapai? Ya, tapi berapa lama kebahagiaan (semu) akan bertahan? Kita mudah diguncang oleh peristiwa yang sepele. Kita pun kembali sumpek, sedih dan merana.

Kunci menemukan kebahagiaan adalah mengenali diri. Sedih dan bahagia yang datang silih berganti tidak membuat kita larut. Emosi relatif stabil.

Jadi, bagaimana kita bisa belajar mengenali perasaan kita? Orang Jawa mengatakan, waskita jalaran saka niteni. Orang yang mengetahui apa yang akan terjadi merupakan buah dari pengamatan yang sabar, tekun dan teliti.

Kita melakukan pembacaan terus menerus terhadap diri sendiri. Gerak-gerik pikiran dan perasaan, logika dan emosi, hingga krenteg atau bisikan suara hati, diwaspadai secara cermat sebagai usaha untuk niteni fenomena di dalam diri.

Tidak egois, ini yang perlu disadari agar jalan mengenali diri semakin lapang. Orang yang egois adalah orang yang tidak mengerti dirinya.

Bagaimana tidak, jika dia ingin bahagia sendiri, kaya sendiri, sukses sendiri, hebat sendiri dengan cara mengorbankan orang lain. Jangan-jangan dia bukan manusia!.

Orang yang menikmati keuntungan di balik kebakaran hutan dan lahan, misanya, patut dipertanyakan harkat kemanusiaannya. Orang yang ingin melanggengkan budaya korupsi patut diteliti kewarasan jiwanya.

Mengenai hal ini stoisisme memiliki pandangan yang menarik. Ideal stoisisme layak direnungi.

Stoisisme bukan filsafat spekulatif dan sistemik. Ideal stoisisme menyatakan bahwa manusia bijaksana hidup selaras dengan alam, mengendalikan afeksinya, menanggung penderitaan secara tenang.

Tujuan kehidupannya ialah rasa puas dengan kebajikan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan.

Kita bisa mengenali perasaan dan emosi yang dipicu oleh peristiwa tertentu. Lalu kita menciptakan ruang berpikir untuk mencermati, meneliti, mewaspadai perasaan dan pikiran kita sendiri. Beberapa respon yang konstruktif merupakan hasil dari pikiran yang bijaksana. 

Yang tak kalah penting adalah senantiasa menjaga gairah untuk menciptakan ruang bahagia bagi orang lain. Manusia yang mengenali dirinya, memahami asal usulnya, mengerti arah tujuan hidupnya tidak tega menyaksikan orang lain menderita.[]
Jagalan 160919

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun