Kini, pelan namun pasti, desa semakin menjanjikan masa depan. Kesenjangan kualitas sumber daya manusia teratasi oleh akses informasi dan teknologi yang kian terbuka. Teknologi digital memutus jarak kesenjangan. Transfer pengetahuan tidak bisa dibendung lagi.
Komunikasi multiarah, berkat kemajuan teknologi digital, bukan lagi hal yang aneh. Misalnya, dialog antara pemuda desa di Gunung Kidul dengan mahasiswa peserta KKN. Hasilnya, mereka berhasil memaksimalkan potensi wisata seperti goa Pindul dan Gunung Api Purba Nglanggeran.
"Akibat diskusi, anak-anak muda jadi ingin mengembangkan wilayahnya. Pengembangan wisata dibuat berbasis masyarakat. Itu bisa dibilang penggeraknya pemuda semua," kata Kepala Bappeda Gunung Kidul, Sri Suhartanta.
Optimisme selanjutnya adalah akan tumbuh para tokoh muda lokal. Mereka bukan generasi penerus tapi generasi baru. Benar-benar baru cara berpikirnya, paradigmanya, kebijaksanaannya---tidak sebagaimana generasi tua sebelumnya.
Mengapa bukan generasi penerus? Pada satu sisi, anak-anak muda itu bangkit karena mereka tidak ingin meneruskan budaya lama yang koruptif. Walaupun ada juga warisan positif yang mereka terima dari generasi lama. Namun, terhadap dua model warisan itu mereka mengambil jarak.
Indikasinya gamblang. Ketika kota telah penuh sesak, sebagian anak muda memilih "bertarung" untuk menghidupkan desa. Mereka membangun surga, yakni paradise, yang identik dengan paradesa.
Para artinya tertinggi. Desa diletakkan pada posisi, maqam, kedudukan yang paling tinggi. Visi paling mulia. Membangun surga kesejahteraan di desa sebagai tempat hidup yang layak, harmonis, dan nguwongke wong, memanusiakan manusia. Layak, maksudnya layak secara ekonomi, politik, budaya serta layak semua unsur fondasi kehidupan.
Individualisme dan keserakahan, egoisme dan eksploitasi, pasti tersingkir. Keduanya berlaku di neraka. Sedangkan di "paradise" desa masyarakat hidup sederhana, bersahaja, toleran dan guyub rukun.
Optimisme ini bukan mimpi karena kita memiliki anak muda. Mereka telah memelajari, merasakan, menghayati, mengalami sikap serakah telah menciptakan neraka bagi tragedi kemanusiaan.
Di benak kesadaran mereka, terngiang nasihat Mahatma Gandhi, "Bumi ini cukup untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, namun tidak cukup untuk keserakahan satu manusia".[]
Jagalan 020919