Saya curiga, mereka adalah generasi yang disiapkan sejarah untuk melahirkan babak baru kebangkitan.
Ternyata, saya menjumpai mereka tidak hanya di kampung saya saja. Di hampir setiap kerumunan Sinau Bareng, anak-anak muda hadir. Mereka memenuhi sudut perkotaan hingga tanah lapang pedesaan.
Lirik lagu Padhangmbulan, dinyanyikan Franky Sahilatua, menggambarkan mereka dengan tepat.
Beribu hamba-Mu
Bernyanyi rindu
Bergerak menari
Bagai gelombang
Sepi mereka karena dipinggirkan
Oleh kedzaliman kekuasaan
dan kesombongan
Suara mereka merobek langit
Bergolak sunyi mereka semua
Sayangnya, anak-anak muda yang serba tanggung ini dipandang sebelah mata. Disepelekan potensi dan kemampuannya. Dicurigai gagasan dan inisiatifnya.
Sikap tersebut memang tidak dilontarkan secara langsung, namun memperoleh kepercayaan dari "generasi tua" bukan perkara yang mudah. Â
Kerap terjadi ketegangan di antara generasi yang usianya terpaut cukup jauh itu. Anak-anak muda cenderung progresif dan kadang agak ngawur. Sedangkan generasi tua enggan bergeser dari zona nyaman.
Mereka butuh ditemani. Syukur-syukur dibuatkan wadah untuk menyalurkan energi jiwa muda secara positif. Atmosfer yang kolaboratif akan sangat cocok bagi mereka yang tumbuh di tengah disrupsi teknologi.
Ini bukan soal gaya bekerja generasi milenial semata. Bukan hanya urusan kolaborasi virtual saja. Ini tentang fakta bahwa "anak-anak kita bukan anak-anak kita".