Indoktrinasi tidak hanya berlangsung pada mata pelajaran agama. Pelajaran rasional seperti fisika, kimia atau matematika kerap diajarkan dengan sikap "pokoknya". Rumus-rumus yang rasional gagal disampaikan. Apa sebab? Peserta didik tidak diajak untuk mencermati realitas di sekitar mereka. Rumus fisika bisa cukup mudah dimengerti kalau pembelajarannya berangkat dari realitas terdekat.
Kurang lebih tahapan itu berlangsung dari mencermati realitas, menalar fakta, menemukan konsep, memahami rumus lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Tahapan ini beririsan dengan budaya literasi yang tidak sekadar dipahami sebatas gerakan membaca teks. Nalar berpikir yang berpijak pada alam realitas adalah core dari kegiatan literasi.
Sayangnya, kita menggampangkan tahapan belajar menalar, sehingga peserta didik atau bahkan penggiat literasi kerap terjebak pada pengertian literasi yang minimalis.
Padahal teks yang tersaji, baik yang ditulis sebagai firman Tuhan maupun buku-buku bacaan, termasuk bermacam-macam sub bidang literasi: literasi kesehatan, literasi digital, literasi data dan sebagainya--semua itu merupakan "produk jadi". Peserta didik atau pihak yang jadi sasaran pemberdayaan literasi tahu jadi dan tinggal menelannya.
Kita sepakat, jenis-jenis literasi itu semacam rumus atau formula yang harus dikuasai. Adapun bagaimana dan mengapa-nya kita jarang mengajak peserta didik untuk mengkritisi realitas, menalar, menemukan konsep dan menjadikannya "rumus" saat bertindak dan bersikap.
Akibatnya, gerakan literasi kita tak ubahnya zombie yang bergentayangan ke sana ke mari tanpa makna dan hikmah karena tidak dihidupi oleh "roh" menalar.
Ini baru keprihatinan pada satu aspek tekstual dan kesanggupan menalar. Dua aspek berikutnya, meng-iqra' lingkungan sebagai bagian dari semesta yang diciptakan Tuhan serta menggali dan mengenali diri masih jauh dari misi literasi.
Seprihatin-prihatinnya kita terhadap kenyataan literasi dan daya nalar, saya tetap optimis dan bersyukur. Cahaya kebangkitan memancar semburat dari ufuk timur.[]
Jagalan, 7 Juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H