Hidup yang Terbelah
Kecenderungan hidup yang terbelah oleh satu sisi, satu cara pandang, satu dikotomis semakin menguat. Kita menciptakan padatan-padatan. Seakan-akan Tuhan menempelkan satu format padatan pada manusia: padatan radikal, padatan liberal, padatan toleran, padatan intoleran. Apabila label padatan yang disematkan pada sosok atau kelompok itu kita cermati benar, maka akan tampak betapa ciut dan sempit hidup ini.
Manusia itu mengandung dua potensi sekaligus: radikal dan liberal, toleran dan intoleran, pintar dan bodoh, malaikat dan iblis. Manusia adalah makhluk sejuta kemungkinan, sejuta pilihan, sejuta cara pandang. Saat memilih pasangan hidup, kita harus bersikap radikal—memilih satu saja diantara sejuta gadis yang ada di dunia. Atas segala kelebihan dan kekurangan pasangan, kita bersikap toleran.
Persoalannya adalah empan papan dua potensi itu kini sedang karut marut, tertukar-tukar, morat-marit. Kita hidup di zaman walikan. Yang neraka disurgakan, yang surga dinerakakan. Kita kehilangan presisi dan akurasi—terombang-ambing, terseret-seret oleh ketidakseimbangan yang kita ciptakan sendiri.
Kita sangat memerlukan sikap dan perubahan yang revolusioner. Menerima keadaan melamun sebagai pilihan yang revolusioner di tengah semakin banyak orang yang kecanduan media sosial. Jadi, kapan terakhir kali Anda melamun? []
jagalan 12.05.17
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI