Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mewaspadai Cara Berpikir "Pilihan Ganda"

16 April 2017   22:31 Diperbarui: 17 April 2017   18:00 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bukan soal kita nyoblos siapa, tapi aroma dan nuansa perseteruan itu menutup berjuta-juta kemungkinan, misalnya bahwa pada calon A sebenarnya memiliki muatan yang dikandung B serta sebaliknya. Di dalam calon A ada kandungan B, dan di dalam calon B ada kandungan A. Pada sesuap nasi yang kita makan, mohon jangan melupakan beras, gabah, padi, petani, sawah, pupuk. Memang demikianlah hidup—saling mengandung dan dikandung.

Kita malah mencomot, memisahkan, mencabuti integritas dan keutuhan setiap unsur itu. Kita justru sibuk memasang label pada orang lain: islam moderat, islam fundamentalis, ekstrimis, syiah, liberal, salafi, NU garis keras, NU garis lembut dan seterusnya. Seakan-akan Tuhan menciptakan manusia sebagai pecahan-pecahan, kotak-kotak, kamar-kamar, sub-sub, ranting-ranting, gelembung-gelembung yang tidak usah saling mengenal dan berhubungan.

Ideologi kita adalah idelogi nuthul—bersegera dan secepat mungkin nyaut keuntungan satu dua langkah di depan, berjangka sangat pendek, sehingga potensi kehancuran yang sedang menanti kita di masa depan tidak tampak.

Ideologi nuthul dan cara berpikir model soal pilihan ganda menghasilkan surga bagi kita, tapi neraka bagi orang lain. Simulasinya adalah setiap pecahan menciptakan surga sendiri-sendiri, dan dengan demikian, menghadirkan neraka bagi pecahan-pecahan lain. Kita sedang menabung kemenangan dengan cara mengalahkan pihak lain. Menang kang ngasorake.

Semakin men-surga-kan pecahan yang kita huni, semakin sempurna neraka bagi pecahan lain. Surga yang berbanding terbalik. Apabila itu semua sedang terjadi, maka sejatinya kita sedang menabung neraka bersama. Menang jadi arang, kalah jadi abu.

Maka, pertanyaannya adalah menang jadi arang, kalah jadi abu adalah: a. pribahasa; b. pantun; c. kalimat mutiara; d. puisi

jagalan 16.04,17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun