Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Persamaan Antara: Selera Kuliner, "Upgrade HP" dan Timbunan Sampah

6 Maret 2017   23:43 Diperbarui: 8 Maret 2017   02:00 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: elshinta.com

Menabung Limbah Menabung Sampah

Seni kuliner berkolaborasi dengan kecanggihan dan kecepatan arus informasi teknologi. Jagad media sosial bukan hanya ramai oleh hoax—foto ritual kuliner pun tampil dengan berbagai gaya dan ekspresi. Para penikmat kuliner mengabadikan kefanaan makanan sebelum akhirnya lenyap ke dalam perut.

Setali tiga uang: makanan menyisakan limbah makanan, alat elektronik menyisakan limbah elektronik. Keduanya disebut sampah—diksi kebudayaan yang indikator utamanya adalah tersisa dan dibuang. Manusia menabung limbah, manusia menabung sampah.

The World Count mencatat, sejak umat manusia memulai tahun 2017 hingga 6 Maret, sebanyak 7 juta ton limbah elektronik sudah dihasilkan. Menurut data yang dilansir Electronics TakeBack Coalition, setiap tahun diperkirakan 20 juta hingga 50 juta metrik ton limbah elektronik dibuang di seluruh dunia.

Makanan dan barang elektronik memiliki “usia” yang cukup pendek. Makanan melewati lidah hanya beberapa menit sebelum ditelan. Pertaruhan rasa dan fanatisme kuliner berdurasi sekian menit saja. Demikian pula dengan siklus barang elektronik—dilaporkan usia rata-rata masa pakai telepon pintar di Amerika Serikat adalah 26 bulan.  

Usia yang cukup singkat namun memiliki durasi yang sangat panjang bagi perjalanan limbah agar bisa ditelan bumi secara normal. “Konsumen didorong untuk meng-upgrade model ponselnya terus-menerus sehingga rata-rata ponsel hanya digunakan dua tahun lebih. Imbasnya, bumi menjadi rusak,” kata juru kampanye Korporasi Senior Greenpeace Elizabeth Jardim.

Bangkitnya industri teknologi informasi dan industri kuliner berbanding lurus dengan padatan persoalan yang kita ciptakan sendiri. Situasi panik massal: tumpukan masalah sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, agama, krisis personalitas dan martabat kemanusiaan dan sejumlah akumulasi persoalan terminologi berpikir yang tidak nyambung, menemukan ruang ujaran di media sosial dan pelampiasan di warung makan.

Semoga asumsi itu tidak benar, tapi kalau hati sedang sumpek, paling enak adalah nyampah di media sosial atau makan sebanyak-banyaknya. []

jagalan 06.03.17

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun