Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sesama Orang Sesat Dilarang Saling Menyesatkan!

7 Januari 2017   22:17 Diperbarui: 8 Januari 2017   12:16 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: news.okezone.com

Sebuah berita hoax atau kabar burung yang hinggap di linimasa tidak akan menjadi viral kalau setiap orang memiliki kewaspadaan dan keseimbangan berpikir yang ajeg. Sikap waspada terkait dengan kesadaran diri yang utuh dan berdaulat. Seimbang dalam berpikir merupakan softskill dasar yang diterapkan secara sadar dan berdaulat pula.

Namun, hal itu bukan perkara mudah. Mengapa? Pertama, kesadaran diri kerap dibimbing dan dikendalikan oleh kepentingan “atas nama” atau “dalam rangka”—baik dalam skala kepentingan kelompok maupun kepentingan pribadi. Inilah hijab yang menghalangi mripat objektivitas sehingga fakta tidak dilihat secara apa adanya. Berita hoax atau sikap intoleran dijadikan metode berjuang mencapai kepentingan “atas nama” dan “dalam rangka”.

Kedua, mripat objektivitas yang telah terhalang oleh hijab “atas nama” dan “dalam rangka” akan mempengaruhi keseimbangan berpikir. Hegemoni nafsu kepentingan mematahkan kuda-kuda keseimbangan berpikir yang sejatinya telah tertanam secara laten pada setiap manusia. Kesadaran utuh dan sikap berdaulat yang dirampas oleh hegemoni kepentingan merobohkan pilar kemanusiaan yang paling hakiki, yakni ambruknya kemesraan bebrayan sosial di ruang horisontal.

Ketiga, kalau hoax dan intoleransi adalah racun, hanya ketidakseimbangan pikiran yang mendorong seseorang secara suka rela menyebarkan dan mengonsumsinya. Yang kita perlukan bukan mengutuk racun, melainkan mencermati ketidakseimbangan, menata kembali gerak pikiran dengan kesadaran yang utuh-penuh dan sikap berdaulat.

Sebelum mendata kesesatan yang diselenggarakan secara nasional atau mengajak mereka yang tersesat agar kembali ke jalan yang benar—kita bongkar terlebih dahulu kesesatan diri kita. Setidaknya kalau ada orang atau pihak yang mengatakan kita sesat, kita punya jawaban: “Aku memang sesat. Ente mau apa…?!”

Ini pun bukan pekerjaan yang mudah di tengah 200 juta manusia tersesat ke satu lorong cita-cita yang sama: mau kaya, eksis dan berkuasa. []

Salam

jagalan rumah ngaji 070117

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun