Jual beli dengan beragam dimensi komunikasi dan lipatan-lipatan sisi kemanusiaan yang menyertainya adalah sarana atau wadah untuk saling memanusiakan manusia. Di tengah hiruk pikuk pasar tradisional, mutiara kemanusiaan itu diasah setiap hari—antara manusia yang membeli dengan manusia yang menjual. Kehidupan hadir secara telanjang. Pedagang yang curang akan tersingkir dengan sendirinya oleh kenyataan yang menodai harkat luhur kemanusiaan.
Pasar tradisional, dengan demikian, bukan sekadar tempat untuk transaksi jual beli. Pilar kebudayaan dan peradaban yang saling memanusiakan menjadi muatan utama yang terlanjur diberi stigma tradisional.Kearifan universal mudah dijumpai di setiap sudut pasar. Bahkan, sesekali mari kita duduk selama tiga jam, mengamati perilaku pedagang yang menyambung hidup dengan menjual seikat dua ikat sayur yang digelar di atas plastik lusuh. Tuhan Sang Maha Pembagi Rezeki bertajali sangat nyata di sana.
Pasar rakyat adalah bentuk ekspresi kebudayaan manusia yang berakar pada optimisme rezeki, kejujuran, daya hidup, kesanggupan berbagi, tawakal, toleransi, nyemanak dengan sesama manusia, dan sejumlah tonggak nilai yang amat urgen dibutuhkan oleh kebudayaan modern yang pada setiap sendi kehidupan digerus banjir bandang kapitalisme, materialisme, dehumanisme.
Urgensi Hari Pasar Rakyat Nasional merupakan komitmen untuk menjaga kandungan sejati nilai, kesadaran, cara berpikir, sikap berpikir, kearifan universal, serta perangkat “rohani” kebudayaan dan peradaban yang sedang dibutuhkan oleh manusia, rakyat, bangsa dan negara untuk tumbuh dan berkembang sesuai akar sejarah negeri Nusantara.
Tidak berlebihan kiranya jika pasar rakyat merupakan salah satu pilar untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. []
Salam.
rumah ngaji jagalan 030117
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H