Intinya adalah selalu bertanya dan mempertanyakan. “Mengapa…” atau “Mengapa tidak…?” merupakan kata tanya—yang jangan sampai tidak mengawali sikap berpikir ketika berinteraksi dengan realitas dan fakta. Dalam tingkat kedalaman tertentu, kita perlu mengajukan pertanyaan yang jawabannya diperoleh tidak hanya dengan melihat, mendengar, membaca.
Proses mengajukan pertanyaan dan menemukan jawaban tersebut apabila dilatih terus-menerus, besar kemungkinan, akan kita temukan sesuatu yang tidak didapat orang lain. Dalam proses bertanya-jawab itulah orisinalitas penulisan kita dimulai. Bahkan sejak dalam proses berpikir itu kita sudah menegakkan prinsip-prinsip dan semangat orisinalitas. Proses berpikir khas DNA model kita sendiri, yang buah dari proses tersebut tercermin secara kuat dan kental dalam karya tulis.
Berdaulat Menemukan Orisinalitas
Kegiatan mengajukan pertanyaan dan menemukan jawaban tentu tidak bergerak linier. Kadang proses itu ditempuh dengan gerak melingkar—kita terlibat secara langsung, lahir batin, dalam dinamika realitas. Kita penulis yang terlibat. Tulislah tema yang sangat dekat dengan diri kita atau tema yang kita sangat menguasainya, menjadi cukup relevan dengan proses berpikir dan menulis secara orisinil.
Dalam konteks lebih luas, segita tiga proses itu: mengajukan pertanyaan, terlibat dalam dinamika realitas, menemukan jawaban—oleh budaya pendidikan jawa dinamakan ngelmu. Menemukan ilmu dijalani dengan keterlibatan secara langsung. Bukan sembarang ilmu yang diperoleh, namun ilmu yang benar-benar orisinil dan otentik.
Sebagai makhluk Tuhan yang orisinil dan otentik, kita berdaulat penuh menjalani laku ngelmu tersebut agar tidak terjebak dalam tradisi berpikir akdemis yang linier. Tradisi yang gampang sekali menjebak kita pada dikotomi: ilmu dulu baru diamalkan atau amal dulu baru ditemukan ilmunya. Kita tidak ingin berpolemik soal itu, sebab dalam kesadaran ngelmu itu sesungguhnya melibatkan dua hal sekaligus: ilmu dan laku, teori dan praktek, pertanyaan dan jawaban, melibatkan diri dalam dinamikan realitas dan mengambil jarak dengan permenungan.
Atas semua teori menulis secara orisinalitas itu, Anda boleh tidak percaya kepada saya. Setiap manusia, setiap penulis akan menemukan orisinalitas proses dan karyanya masing-masing. Atau tidak perlu pusing memikirkan orisinalitas—yang penting menulis, menulis, menulis. Monggo, semua terserah kedaulatan kita masing-masing. []
Jagalan 241016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H