Gaya hidup modern tidak sepenuhnya sehat. Kebiasaan anak mengkonsumsi makanan tak bergizi atau junk food dan minuman cepat saji semakin memicu obesitas. Namun keadaan itu tidak berdiri sendiri. Naiknya kekayaan nasional disertai naiknya ketersediaan makanan membuat konsumsi lemak per kapita naik dua kali lipat. Makanan olahan juga dikonsumsi dengan tingkat yang lebih tinggi, khususnya di wilayah perkotaan.
Kita boleh sedikit lega karena tingkat kematian balita mengalami penurunan—dari 85 tiap 100 kelahiran pada tahun 1990, menjadi 31 pada 2012. Kendati demikian, permasalahan malnutrisi pada anak masih menghantui.Â
Kita perlu berpikir ulang tentang makna lapar, kenyang, sehat, enak, sedap, maknyus, atau idiom lainnya seputar makanan dan aktivitas makan. Pelan-pelan penuh kesabaran kita bisa mengajak anak berpikir dan bersikap misalnya, yang primer pada sebuah makanan bukanlah enak atau tidak enak. Tapi, makanan tersebut sehat dan menyehatkan ataukah tidak. Mengajari anak membaca komposisi makanan kemasan merupakan langkah jitu mengedukasi perihal memilih makanan yang tepat, sehat, dan menyehatkan.
Namun, sayangnya, kita terlanjur memiliki kebiasaan pola pikir enak atau tidak enak bukan hanya saat menyikapi makanan, bahkan tanpa disadari kita kehilangan kesanggupan memilah dan memilih mana primer mana sekunder.[]
Jagalan 031016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H