Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kejahatan Seksual, Ancaman Paling Dekat dengan Anak

2 Oktober 2016   22:31 Diperbarui: 2 Oktober 2016   23:22 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengembalikan peran dan fungsi keluarga dalam kondisi gawat darurat kejahatan seksual anak bukan hanya penting—bahkan fardlu ‘ain alias wajib. Empat konsep yang menjadi landasan peringatan Harganas ke-23, yaitu keluarga berkumpul, keluarga berinteraksi, keluarga berdaya, keluarga berbagi semestinya tidak mandeg sebagai jargon semata.

Proses edukasi yang melibatkan satuan terkecil keluarga tidak bisa ditawar lagi. Keluarga harus kembali diberdayakan—bukan dalam konteks kesejahteraan ekonomi saja—peran dan fungsi keluarga sebagai salah satu pilar pendidikan ditegakkan lagi. Salah satu mata pelajaran wajib adalah memahami pendidikan reproduksi dan kejahatan seksual.

Mata pelajaran wajib itu bisa menjadi materi untuk mengedukasi anggota keluarga dan masyarakat lingkungan terdekat anak. Seperti diberitakan KOMPAS.com, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) segera menerbitkan kurikulum baru pada akhir tahun 2016. Kurikulum tersebut nantinya akan berisikan mengenai pendidikan reproduksi seksual dan kejahatan seksual.

Kendati demikian, seperti ada lubang yang menganga dalam kehidupan keluarga, dan untuk menambalnya kita tidak perlu bergantung dan menunggu kurikulum itu benar-benar terbit. Lubang itu akan menghisap siapa saja, juga anak-anak, mengurungnya di dalam ruang gelap tanpa jendela. Dalam ruang gelap itulah para predator bermata merah berpesta dengan menjadikan anak-anak sebagai tumbal kesenangannya.

Lubang gelap jangan-jangan ada di hati kita pula. Cinta—kita tutup lubang itu dengan cinta. Selebihnya mari menjaga stamina untuk mengayomi anak-anak seraya tidak lupa berdoa.

Ya, Allah. / Di dalam masa yang sulit ini, / di dalam ketenangan / yang beku dan tegang, / di dalam kejenuhan / yang bisa meledak menjadi keedanan, / aku merasa ada muslihat / yang tak jelas juntrungannya. / Ya, Allah. / Aku bersujud kepada-Mu / Lindungilah anak cucuku. – WS Rendra.

Jagalan 021016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun