Alih-alih membuat banyak peraturan mengapa sekolah tidak mengaktivasi performa dan tanggung jawab siswa? Tidak menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang fleksibel namun tetap fokus pada proses demi proses? Tidakkah pengambil keputusan dan regulasi pendidikan menyadari bahwa para siswa adalah generasi milenial yang hidup di tengah arus teknologi digital, arus zaman yang membentuk karakter belajar mereka berbeda dengan guru, orangtua, dan pengambil kebijakan itu sendiri?
Lihatlah bagaimana mereka belajar dan mempelajari sesuatu. Jajak pendapat Litbang Kompas menggambarkan hal itu. Mayoritas responden yang berada di kategori usia muda yang paling banyak menyaksikan tutorial daring. Sebanyak 67,8 persen responden di rentang usia 17-30 tahun pernah melakukannya. Angka ini menurun seiring dengan meningkatnya kategori usia. Di rentang usia 31-50 tahun sebanyak 38,5 persen responden yang pernah menyaksikan tutorial daring. Sementara di kategori usia lebih dari 51 tahun, hanya 16,3 persen.
Angka ini tidaklah mengejutkan, tulis print.KOMPAS.com, karena usia 17-30 tahun masuk ke dalam kategori digital native.Siapakah mereka?Adalah kelompok orang yang sejak lahir sudah dihadapkan dengan perkembangan teknologi.
Manusia akan selalu butuh belajar, namun cara mereka belajar ditentukan oleh “watak” perkembangan teknologi di zamannya. Ketika informasi dan sumber belajar yang hadir melalui internet bisa diakses selama 24 jam, sementara yang disebut belajar adalah siswa duduk rapi dalam kelas, guru menerangkan, siswa mendengarkan—bagi generasi milenial alangkah “purba” kegiatan belajar seperti itu.
Ironisnya, ketika mereka merasa tidak nyaman, tidak “klik”, tidak nyambung dengan proses belajar yang “itu-itu” dan “begitu-begitu” saja, sekolah tidak segan menimpakan sejumlah atribut negatif, baik fisik maupun non fisik. Dalam kadar dan taraf tertentu, sekolah menjelma ancaman. Google, Facebook, Instagram, Youtube menjadi dunia nyata, ruang tanpa batas bagi anak-anak itu untuk hidup dan menumpahkan ekspresi kemanusiaan, yang sekolah, guru, atau orangtua tidak sanggup menampungnya. []
Jagalan 170916
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H