Indonesia bagaimana? Pada rentang 2013-2015 Indonesia menempati posisi sedang-sedang saja pada peringkat ke-79 dari peringkat pertama yang diduduki Denmark. Perilaku koruptif adalah penyumbang paling besar yang memaksa indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia melorot versi SDSN.
Keluarga Harmonis “Penyumbang” Kebahagiaan
Kalau korupsi adalah penyumbang terbesar ketidakbahagiaan, lalu apa penyumbang terbesar kebahagiaan masyarakat Indonesia? Indeks kebahagiaan yang dirilis Badan Pusat Statistik (survei menurut ukuran Indonesia) dalam skala 0-100 indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia pada 2014 adalah 68,28, meningkat 3,17 poin dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 65,11.
Penyumbang terbesar indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia adalah keharmonisan keluarga sebesar 78,89. Sedangkan pendidikan menyumbang skor 55,28.
Keharmonisan keluarga dan pendidikan adalah dua sisi mata uang tak terpisahkan, terutama bagi remaja yang sedang menempuh perjalanan menggapai cakrawala kebahagiaan. Untuk menciptakan keluarga harmonis remaja memerlukan kesadaran edukasi dan kegigihan pendidikan agar tidak terjebak pada bahagia sesaat yang menyengsarakan hidup.
Demikian juga upaya edukasi dan gerakan pendidikan akan menumbuhkan kesadaran dan perilaku nyata dalam keluarga sehingga terjalin keharmonisan yang indah dan menenteramkan.
GenRe, Bukan Program Parsial dan Sporadis
Sungguh tepat upaya BKKBN meluncurkan Program Generasi Berencana, GenRe. Program yang membantu penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja itu sejalan dengan fakta indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia, yang menempatkan pendidikan dan keharmonisan keluarga sebagai penyumbang poin terbesar kebahagiaan.
Program GenRe bukanlah program parsial dan sporadis untuk (sekadar) mengajak remaja menikah di usia yang tepat. Kompleksitas permasalahan yang sedang dihadapi dan yang bakal ditemui remaja pada tahun mendatang akan terus meningkat intensitas tekanan dan dampak kehancurannya. Kita bukan sekadar bergelut dengan aborsi, pernikahan dini, darurat narkoba, HIV/AIDS. Bukan pula hanya bergulat dengan makin maraknya seks bebas, kehamilan di luar nikah, atau pemicu yang justru berangkat dari keluarga itu sendiri seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian pasangan yang telah memiliki anak, anggota keluarga yang dihantam kasus korupsi.
Yang sesungguhnya sedang kita hadapi adalah mendampingi remaja agar memiliki mindset, cara berpikir, sikap berpikir, jarak berpikir, sudut berpikir yang otentik, mandiri, dan bermartabat. Dan semua itu dicapai melalui salah satu program GenRe yang paling fundamental, yaitu menempuh pendidikan (dalam arti yang substansial dan seluas-luasnya) secara terencana.Inilah pendidikan yang karakter yang sesungguhnya.
Remaja yang berkarakter dan bermartabat akan tahan terhadap bukan saja gelombang iming-iming narkoba, seks bebas, pernikahan dini—mereka akan dengan sendirinya menemukan jalan hidupnya yang otentik, dan salah satu indikatornya adalah mandiri. Tidak bergantung pada misalnya orangtua atau pihak-pihak yang justru menjajah martabat dan melumpuhkan karakternya.