Salah satu kunci itu—sesuai kesimpulan yang mereka temukan—adalah pentingnya memiliki perasaan positif (positive feeling). Mengapa bukan pikiran positif (positive thinking)? Memang pikiran positif tetap harus positif setelah terlebih dahulu mempositifkan perasaan.
Fakta yang sering terjadi, pikiran sudah diupayakan positif namun perasaan masih bergetar-getar negatif. Alih-alih merasakan energi positif mengalir dalam kesadaran, justru yang terjadi adalah ketegangan akibat konflik yang dipicu oleh ketidakselarasan.
Secara sederhana tahapan langkahnya adalah memiliki perasaan positif, membangun pikiran positif, lalu menyelaraskannya dalam tindakan. Itulah mengapa sebelum mengerjakan aktivitas kita merasa perlu berdoa agar pertolongan Tuhan menemani langkah kita. Merasa bersama Tuhan dan semata untuk Tuhan merupakan akar perasaan positif yang dalam terminologi agama disebut ikhlas.
Menyelaraskan hati dan akal, perasaan dan pikiran, dalam tata kelola yang adil dan seimbang dalam sebuah tindakan nyata merupakan “jihad akbar”, pertempuran besar yang berlangsung terus menerus dalam diri. Keseimbangan yang tidak boleh condong, miring, rubuh oleh banjir bandang materialisme, industrialisme, pragmatisme, agar jiwa kemanusiaan kita tidak ketlingsut di lipatan zaman.
Akhirnya, saya ucapkan terima kasih kepada para siswa SMK. Dari mereka saya kembali belajar tentang perasaan dan pikiran positif, menyelaraskannya dalam tindakan yang dihidupi oleh keikhlasan. []
Jagalan 20816
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H