Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Positive Feeling, Positive Thinking, dan Keselarasan Tindakan

2 Agustus 2016   11:17 Diperbarui: 2 Agustus 2016   11:40 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Uji nyali itu, Pak!”

“Tiba-tiba mayatnya membuka mata lalu bertanya, ‘Ngapain kamu disini?’. Sereeeem…” canda siswa lainnya.

“Kenapa tidak mau, takut?” tanya saya.

“Ya iyalaaah, Pak.”

“Kalau mengerjakannya beramai-ramai bagaimana?”

“Beraniiii…!”

Pelan-pelan saya mengajak mereka diskusi untuk memilah dan memilih mana perasaan mana pikiran. Tidak terlalu sulit bagi mereka menemukan kesimpulan bahwa menghitung penjumlahan itu pekerjaan akal sedangkan merasa takut itu pekerjaan hati.

Pemahaman kunci sudah didapat. Salah seorang siswa maju ke depan menyampaikan hasil temuannya.

“Mengerjakan soal hitungan siswa sekolah dasar memang mudah. Tapi akan menjadi sangat sulit bukan karena kita tidak bisa mengerjakannya, melainkan karena perasaan kita sedang dicekam ketakutan. Kesimpulannya perasaan akan mempengaruhi kerja pikiran. Perasaan yang galau, cemas, stres, takut dapat melumpuhkan pikiran.”

Luar biasa. Seisi ruangan bertepuk tangan memberikan applaus. Mereka adalah generasi millenial, anak-anak yang dibesarkan oleh kepengasuhan langit, daya abstraksinya menyalip golongan tua, anak-anak yang sangat IT-addict, etos membangun jaringan sangat kuat, jarang yang bercita-cita menjadi pegawai negeri apalagi petani.

Siang itu tugas saya menjadi lebih ringan. Setelah kunci ditemukan, mereka akan membuka “pintu-pintu” perasaan dan pikiran mereka sendiri. Bukan terutama untuk hari ini tapi untuk sepanjang hari-hari mereka menjalani hidup, kelak di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun