Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Pertama Sekolah, Saya Kembali Menjadi Manusia

3 Juli 2016   01:32 Diperbarui: 3 Juli 2016   02:07 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut ruang TK Goa Cina | Dok. Pribadi

TK Harapan Bajulmati | Dok. Pribadi
TK Harapan Bajulmati | Dok. Pribadi
Hari pertama sekolah di Taman Kanak-Kanak Harapan Bajulmati membuka mata saya akan arti kepedulian, kerja sama, guyub rukun, gotong royong, antara guru dan wali murid. Para ibu datang ke sekolah bukan cuma mengantar dan menunggu anak belajar. Mereka terlibat secara langsung menyukseskan kegiatan belajar anaknya dengan turut meringankan tugas guru. 

Para guru dan siswa bernyanyi, bertepuk tangan, dengan diselingi cerita-cerita pendek. Menyaksikan kegiatan belajar itu saya tidak perlu masuk ke dalam ruang kelas. Apa sebab? “Tembok” ruang kelas mereka berupa anyaman kawat. Angin segar perbukitan leluasa menerobos. Saya pun dapat menatap kegiatan mereka dengan duduk bersandar di bawah pohon.

“Family Gathering” Model Sekolah Dusun

Kegiatan bernyanyi, bertepuk tangan, dan bercerita itu tidak berlangsung lama. Semua siswa dan ibu-ibu yang menunggu anaknya belajar akan pindah lokasi. Mereka akan melanjutkan kegiatan hari pertama sekolah di pantai Bajulmati. Truk tua sudah menunggu di bawah. Anak-anak berbaris lalu beriringan menuju truk. Mereka digendong Pak Izar satu persatu, naik ke atas truk.

Dua belas bocah sudah naik di atas truk lalu disusul para ibu. Truk terguncang-guncang, melewati jalanan berbatu. Sebuah sensasi tersendiri: naik truk terbuka, badan berguncang, diterpa angin, melewati kiri kanan hutan dan rawa. Dan lihatlah anak-anak dusun itu, mereka ceria dan riang gembira.

Di pantai Bajulmati sudah berkumpul siswa TK Goa Cina bersama orangtuanya. TK Goa Cina merupakan TK “cabang” yang dikelola Lembaga Pendidikan Harapan. Bergabunglah dua TK dari dusun yang berbeda. Di pantai Bajulmati bocah-bocah itu tidak memerlukan waktu cukup lama untuk berakrab ria, apalagi para ibu. Para siswa baru itu seakan sudah menjadi keluarga besar. Model keakraban dan keguyuban yang jarang dijumpai di kota.

Bermain dengan fasilitas seadanya | Dok. Pribadi
Bermain dengan fasilitas seadanya | Dok. Pribadi
Acara hari pertama sekolah di Bajulmati tergolong unik. Dirancang agar para bocah yang baru merasakan sentuhan bermain di taman kanak-kanak itu merasa senang, gembira, aman, nyaman. Ya, siang itu acara utamanya adalah bermain dan bersenang-senang. Adakah kegiatan yang menggembirakan anak selain bermain?

Maka, dimulailah kegiatan outbond sederhana, dengan peralatan sederhana, dengan konsumsi sederhana. Di pasir pantai Bajulmati yang lembut bocah-bocah dusun melepas alas kakinya. Saya tidak menyebut sepatu karena tidak sedikit yang menggunakan sandal.

Mohon tidak  mengadili orangtua mereka tidak disiplin, membiarkan anaknya ke sekolah memakai sandal. Ini bukan soal sandal atau sepatu. TK Harapan Bajulmati dan TK Goa Cina adalah sekolah rakyat. Niat dan kesungguhan belajar paling utama. Jangankan bersepatu, TK dusun ini sendiri berdiri berkat wadah komunitas warga, tentu dengan fasilitas belajar apa adanya.

“Kami belajar dan mengajar secara apa adanya,” papar Mahbub Junaidi, “bukan karena ada apanya.” Paham kan maksud kalimat ada apanya? Sikap pengabdian para guru bukan terutama suatu hari akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Lalu mengajukan mutasi agar dipindah ke daerah yang lebih layak. Mereka menjadi guru karena hati nurani mereka memanggilnya. Jika bukan mereka yang peduli dengan pendidikan bocah dusun, harus kepada siapa mereka berharap?

Tarik tambang, melatih sportivitas | Dok. Pribadi
Tarik tambang, melatih sportivitas | Dok. Pribadi
Didorong oleh rasa peduli itulah Pak Srianto lulusan STM harus memupuk keyakinan bahwa dirinya mampu menjadi guru dan panutan bocah dusun. Tamatan STM itu kini menjadi Kepala Taman Kanak-Kanak Harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun