Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Penerimaan Peserta Didik Baru Online: Transparansi Dua Sisi Mata Uang

28 Juni 2016   03:58 Diperbarui: 29 Juni 2016   23:55 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPDB online | Sumber: http://www.koranmuria.com/

Artinya, efektivitas kepemimpinan kepala sekolah belum berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas pendidikan, apalagi citra sekolah yang sudah kadung terbentuk melalui opini publik. Sebaik apapun leadership kepala sekolah SMAN di kecamatan pinggiran belum secara otomatis mengangkat citra sekolahnya sebagai sekolah primadona, karena bahan baku siswanya kalah dibanding dengan bahan baku terpilih sekolah di kota.

Secara psikologi akan terbentuk strata sekolah yang mempengaruhi mentalitas siswanya. Sekolah yang dicitrakan sebagai sekolah primadona, favorit, unggulan dalam kasus tertentu akan diikuti oleh siswanya yang memiliki sikap percaya diri. Mereka merasa superior. Sebaliknya, sekolah di pinggiran akan mewariskan sikap gamang, ragu, dan tidak percaya diri kepada siswa. Mereka merasa inferior.

Penilaian itu bisa jadi tidak sepenuhnya benar, bergantung situasi dan kasus yang menyertainya. Namun, wacana akademik kadang menyisakan luka bagi mereka yang akademiknya tidak terlalu bagus namun unggul di bidang non-akademik.

Citra Sekolah VS Kualitas Sekolah

Maka, orangtua hendaknya tidak ngugemi alias berpegang teguh kepada citra sekolah sebagai kesan untuk menilai kualitas sekolah. Tidak perlu berkecil hati ketika anak kita tidak diterima di sekolah favorit karena nilai akademiknya kurang. Tidak perlu malu pada tetangga apalagi menyalahkan anak sendiri. Tidak perlu membayangkan masa depan suram dan gagal hanya gara-gara anak bersekolah di kecamatan pinggiran.

Zaman terus bergerak. Orang tua yang mandeg cara berpikirnya tak ubahnya merelakan anak dilindas perubahan. Kualitas sekolah tidak terutama dibangun oleh citra, kesan, dan image. Apalagi hanya ditentukan oleh mahalnya biaya. Kita tentu sepakat bahwa sekolah bukan terminal akhir perjalanan masa depan siswa. Tidak unggul di kemampuan akademik – dan  tidak setiap siswa harus unggul di kemampuan akademik – orangtua harus mulai melirik dan menemukan keunggulan anaknya di bidang non-akademik lainnya.

Media dan sarana belajar di luar sekolah melimpah ruah. Jagat raya online menyediakan bahan belajar tiada pernah ada habisnya. Pilihan jalur belajar yang jarang mendapat perhatian orangtua dan jarang ditekuni siswa. Kesempatan meraih ilmu dan prestasi terbuka lebar. Tidak melulu bergantung di sekolah.

PPDB online bagai dua sisi mata uang: ia menghadirkan transparasi sekaligus membuka mata kita bahwa stratifikasi akademis di sekolah masih sedang berlangsung di dunia pendidikan. Mengapa kita tidak melepaskan diri saja dari ikatan standarisasi akademik untuk melejitkan kemampuan siswa di bidang non-akademik? []

Jagalan 28 06 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun