“Peng-aji-an. Dari asal kata aji. Ngaji itu memproses diri supaya menjadi aji. Berharga. Menghargai martabat dan harga diri orang lain dinamakan ngajeni. Maka, apapun yang kita bicarakan malam ini adalah proses meng-aji-kan diri. Supaya kita menjadi orang aji, berharga, yang mau ngajeni, menghargai dan menghormati harkat martabat sesama manusia. Aji, ngaji, ngajeni.”
“Hebat sampean, Kang!”
“Halaaah, itu tadi othak-athik gathuk bikinan saya sendiri.”
Kami tertawa lebar.
***
Keempat sahabat saya ini berpenampilan bukan layaknya orang alim, namun saya berguru kepada mereka tentang laku otentik hidup mereka dalam menghayati kesadaran nilai yang lebih luas dan dalam. Di luar sana mereka bisa siapa saja: pemulung, tukang becak, atau siapapun yang secara penampilan terlihat rendah namun di balik itu tersimpan mutiara penghayatan hidup yang cemerlang.
Sudahkan kita menemukan sosok seperti itu? []
Achmad Saifullah Syahid