Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasehat dari Tukang Sapu

3 Juni 2016   01:09 Diperbarui: 3 Juni 2016   01:27 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukang Sapu: Membersihkan yang Kotor (kisahkisah.com)

***

Inilah suasana egaliter yang sangat saya suka. Di tengah obrolan, mungkin bagi orang lain  tidak ada manfaatnya, terselip mutiara kebijaksanaan yang keluar dari laku hidup yang otentik. Kandungan rasa, getaran ketulusan, kedalaman muatan pikiran, nasehat atau pitutur yang muncul dari laku hidup yang otentik sungguh rasanya menghujam kesadaran.

Barangkali hal serupa juga terjadi saat media sosial ramai membicarakan sosok Bripka Seladi, anggota polisi di Polres Malang, yang menyambi pekerjaan sebagai pengumpul sampah. Di tengah perbudakan ambisi yang nyaris tanpa henti, Seladi membuka mata kita sekaligus melemparkan kita ke ruang sunyi permenungan, meski sesaat saja, permenungan yang tidak selalu harus diucapkan dengan kata-kata.

Demikian pula dengan para sahabat saya malam itu. Saya tertunduk ketika salah seorang dari mereka menghujamkan nasehatnya ke dada kami.

“Siapa bilang menjadi tukang sapu itu pekerjaan rendah. Siapa bilang menjadi tukang angkut sampah itu pekerjaan hina. Lebih rendah siapa, lebih hina siapa: tukang sapu atau pencuri, perampok, koruptor meskipun penampilan mereka necis dan wangi? Siapa yang lebih hina, tukang sapu atau mereka yang menggelorakan kerja harus ikhlas tapi diam-diam memendam nafsu ambisi untuk memuaskan kepentingan dunianya?”

“Sekarang mari kita teliti. Apa pekerjaan yang lebih mulia dari tukang sapu dan tukang angkut sampah? Siapa yang sanggup menandingi kemuliaan pekerjaan seseorang yang tugas utamanya adalah membersihkan yang kotor. Setelah dibersihkan dikotori lagi, lalu kita bersihkan lagi. Dikotori lagi, lalu kita bersihkan lagi. Siapa yang mulia di hadapan Tuhan: pihak yang mengotori atau pihak yang membersihkan?”

Waduuh, mampus saya, dalam hati saya bergumam. Malam itu saya diguyur hujan anugerah yang datang tanpa disangka sebelumnya.

“Penampilan bisa menipu,” saya berkata memecah diam. “Asesoris kasat mata tidak selalu menunjukkan isi kesejatian. Sedangkan kemuliaan manusia bukan semata bergantung pada apa yang dilihat mata. Senajan asor tata dhohire ananging mulya maqam derajate. Meskipun hina penampilan luarnya tetapi mulia kedudukan dan derajatnya.”

Wah kayak pengajian ya!” tiba-tiba ada yang berseloroh.

“Memang ini pengajian,” kata Kang Bogang.

“Pengajian bagaimana, Kang?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun