Maka, saya pikir makan siang bersama siswa di sekolah bukan sekedar makan siang. Saya, seolah-olah menjadi Simbah, menanam bibit sikap kepimimpinan melalui aktivitas makan bersama.
“Jangan sampai ada upo yang tertinggal di atas piring,” kata saya kepada siswa.
“Upo itu apa, Pak?”
Saya tersenyum. “Upo itu satu atau dua butir nasi yang tertinggal di atas piring. Makanannya dihabiskan biar ayam kamu tidak mati.”
“Saya tidak punya ayam, Pak.”
Kenapa hanya satu dua upo bisa mematikan ayam? Tentu saja itu adalah sanepan. Apabila kita sembrono dan meremehkan satu dua upo tertinggal, kita akan tidak segan lagi menyisakan makanan dalam jumlah banyak. Kesalahan kecil yang tidak segera diperbaiki akan mendorong seseorang berani melakukan kesalahan besar. Awalnya mencuri “kecil-kecilan”. Lama-lama menjadi koruptor dan pencuri kelas kakap.
Ayam mati merupakan simbol dari akibat kesalahan yang kelihatannya remeh dan ringan. Berat atau ringan dosa dan kesalahan toh ia tetap menjadi dosa dan kesalahan. Dampaknya akan tidak seringan yang kita perkirakan.
Dari aktivitas makan siang bersama siswa, kita mengajarkan sekaligus menanamkan benih-benih kepemimpinan. Sekolah yang memiliki aktivitas makan siang bersama siswa tentu tidak melewatkan ritual berharga ini. Makan siang tidak kalah penting dengan pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Makan siang, sungguh, bukan sekedar makan siang. []
Jagalan 050516
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI