Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Komunitas Model Orang Dusun

25 Maret 2013   00:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:16 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya mengerjakan apa yang dapat saya lakukan bersama warga dusun demi anak-anak agar dapat menikmati pendidikan," ungkapnya.

Ia mengatakan, pohon-pohon di sepanjang jalan dusun yang menaman adalah anak-anak. Kanan kiri jalan menjadi teduh. Orang menjadi nyaman saat berjalan. Mereka yang pulang dari berkebun dapat istirahat sejenak di bawah pohon saat terik sedang menyengat.

1364143262283900255
1364143262283900255

:: Ketika anak-anak dusun Bajulmati merayakan special-moment usai menanam bakau di sepanjang sungai yang mengalir ke pantai Bajulmati.

"Keberadaan sekolah harus memberikan manfaat nyata bagi lingkungan. Anak-anak tidak cukup dibekali pengetahuan. Mereka harus dipahamkan potensi lingkungan dusunnya. Di Bajulmati segalanya ada. Sungai, pantai, laut, gua bukit menunggu sentuhan karya anak-anak dusun Bajulmati. Hal itu kami mulai dengan menanamkan kesadaran menjaga dan merawat lingkungan. Kalau anak-anak sejak dini  sadar dan tahu apa yang harus dikerjakan untuk mengoptimalkan anugerah Tuhan yang ada di dusunnya, saya pikir mereka tidak akan berburu pekerjaan di kota-kota besar. Pekerjaan besar sedang menunggu masa depan anak-anak di dusun ini," katanya.

Dahsyat, saya teriak dalam hati. Saya kehabisan kata-kata untuk melukiskan the great-idea Pak Izar tentang bagaimana menyikapi persoalan pendidikan yang kini ramai dibicarakan: menyelaraskan dunia pendidikan dan dunia kerja. Di sebuah dusun yang jaringan telpon seluler dan internet sangat sulit dijangkau lahir pemikiran besar yang cukup mendasar.

Otak yang kerap saya jejali wacana dan ide-ide pendidikan segera berkelebat menemukan konsep sekolah berbasis kearifan nilai-nilai lokal. Pak Izar dan warga dusun Bajulmati bukan sekedar membangun sekolah: mereka memberdayakan diri mereka sendiri. Jerih payah ikhtiar pendidikan mereka lakoni demi masa depan anak-anak dusun Bajulmati dengan tetap memelihara kearifan nilai-nilai lokal di dusun mereka.

1364145641108635364
1364145641108635364
:: Bagi anak-anak dusun Bajulmati belajar dan berinteraksi dengan alam bukan hal yang asing. Bocah-bocah itu terbiasa memanjat bukit yang curam untuk menuju Gua Jenggot, menanam bakau di sepanjang sungai, 'menghaluskan' jalan desa dengan batu yang diambil dari sungai.

Di Sekitar Kita Pekerjaan Sudah Melimpah

Kalimat dari Pak Izar yang masih terngiang di telinga saya adalah: "Saya memang tidak memiliki pekerjaan tetap, tetapi saya tetap bisa bekerja. Saya memang tidak memiliki penghasilan tetap, tetapi saya tetap bisa berpenghasilan."

Kalimat Pak Izar itu menginsiprasi saya sesungguhnya tidak boleh ada pengangguran di Indonesia Raya. Ini negeri kaya raya dengan segala potensinya. Seiring dengan itu di sekitar kita pekerjaan sudah tersedia bahkan melimpah. Tapi mengapa melimpahnya kekayaan dan potensi alam justru menghadirkan problem pengangguran? Karena sekolah-sekolah formal telah tercerabut dari akar lingkungannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun