Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjelang Masuk Sekolah, Mengapa Anak Mengalami Stres?

4 Januari 2015   07:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Libur sekolah hampir usai. Hari Senin, 5 Januari 2014 anak-anak akan kembali ke bangku sekolah. Rutinitas belajar di kelas yang membosankan, pekerjaan rumah yang tiada pernah ada habisnya, guru-guru yang komunikasinya linier dan terkadang menjengkelkan, serta seabrek bayangan tidak menyenangkan menghadang hari pertama masuk sekolah.

Dalam kondisi serba tidak menggairahkan, pernahkah kita bertanya pada anak-anak, bagaimana perasaan mereka menjelang hari pertama masuk sekolah? Semoga jawaban mereka tidak menggambarkan sikap stres. Disinyalir sejak  duduk di bangku sekolah dasar anak-anak kerap mengalami kebosanan yang berkepanjangan dan pada akhirnya memicu depresi.

Dokter Hendro Riyanto SpKJ MM mengakui hal tersebut. ''Mulai masuk kelas lima atau enam SD, anak sudah sering mengeluh bosan,'' tutur psikiater yang berdinas di RS Jiwa Menur Surabaya tersebut (Jawapos.com, 3/01/15).

Salah Kaprah Preschool

Mengapa situasi stres sudah menjangkiti anak di usia relatif muda? Pemicunya disebabkan banyak faktor. Salah satunya, menurut Dokter Hendro Riyanto SpKJ MM, adalah usia masuk sekolah yang terlalu dini. Meski pembelajaran di preschool dan playgroup tergolong ringan, anak tetap dapat beban belajar.

Meskipun preschool, playgroup, atau taman kanak-kanak tidak dikategorikan sekolah, anak-anak kerap menerima perlakuan layaknya siswa di sekolah. Belajar membaca, berhitung, atau situasi persaingan akademik antar anak yang diciptakan guru atau orangtua kerap menjadi beban tersendiri bagi anak. Pemberian hadiah bagi anak yang dapat menjawab pertanyaan akademis adalah contoh sederhana bahwa tekanan kompetisi sudah tercipta sejak di preschool dan taman kanak-kanak.

Mengembalikan preschool pada "fitrah"-nya sebagai tempat bermain dan belajar yang menyenangkan dengan mempedomani tahapan psikologi anak merupakan langkah tepat mengurangi stres anak.

Eustress dan Distress

Tidak setiap stres pada anak berdampak buruk. Bagi anak-anak yang cerdas dan memiliki jiwa kompetitif tuntutan guru dan orangtua bisa menjadi eustress atau stres yang baik. Mereka akan tertantang menaklukkan tugas-tugas yang sulit. Kadar normal diketahui dari bobot tantangan yang tidak melebihi usia perkembangan psikologis mereka. Apresiasi guru dan orangtua kepada anak yang lebih menekankan proses  daripada hasil akhir akan membuat anak merasa dihargai.

Sebaliknya, apabila kadar tuntutan dari guru dan orangtua melebihi batas ambang kecerdasan dan usia psikologi anak, tentu yang dihasilkan bukanlah prestasi, melainkan distress atau stres yang buruk. Jam belajar yang berlebihan, les tambahan yang over dosis, pekerjaan rumah yang merampas jatah waktu istirahat anak di rumah, atau bahkan tuntutan orangtua yang terus menerus menekan anak dengan bermacam-macam kegiatan kognitif dengan dalih demi mempersiapkan masa depan yang cemerlang - semua itu adalah pemicu distress yang makin menjauhkan anak dari prestasi yang sesungguhnya.

Senyampang anak kita hendak mengakhiri waktu liburan, ada baiknya kita juga  mengevaluasi apakah jadwal beragam aktivitas yang sudah kita tetapkan tidak merampas waktu bermainnya? Selama ini sudahkah kita menjalin komunikasi dialogis dengan anak kita? Apakah tuntutan akademis yang kita targetkan sudah proporsional dengan kebutuhan psikologis dan kecerdasan mereka? Apakah stimulasi yang kita berikan pada mereka sudah tepat dan tidak berlebih-lebihan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun