Aku jadi teringat perkataan seorang psikolog klinis bernama Rubin Khoddam yang menyatakan bahwa memaafkan itu memilih menerima apa yang terjadi sebagaimana adanya ketimbang apa yang bisa atau seharusnya terjadi. Memaafkan orang lain dapat juga berarti melepaskan atau kesiapan kita untuk melangkah ke masa depan ketimbang berkutat pada masa lalu. Maka, momentum lebaran Idulfitri setiap tahunnya menjadi waktu tepat atau proses yang pas untuk senantiasa memaafkan kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat sebelumnya, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
   Hakikat dari momentum lebaran Idulfitri yaitu kembali kepada fitrah (kesucian). Seseorang yang sudah memaafkan orang lain berarti dia termasuk golongan orang-orang yang punya akhlak terpuji. Dengan demikian Idulfitri tak hanya dipandang sebagai seremonial keagamaan, kita harus berusaha mencari kebenaran dengan memaafkan orang lain. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memaknai lebaran Idulfitri dengan saling memaafkan.
"Saat kau memaafkan orang lain, berarti kau telah memaafkan dua hati sekaligus. Hati dia yang berbuat salah dan hatimu yang ikhlas menerimanya"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H