Ayu Laksmi juga berhasil membawa penonton terenyuh dalam alunan musik tradisional khas Bali yang ia mainkan sendiri sambil melantunkan tembang berbahasa daerah. Karakternya mampu mencerminkan hipotesis tentang kasih Ibu yang selalu ada di hati anak-anaknya. Cameo seperti Happy Salma (Suster Ida) juga turut membuat film Sekala Niskala punya nilai tersendiri.
Desain produksi unik secara keseluruhan. Diawali dari judul yang menyiratkan dua pendekatan sekaligus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sekala berarti selalu/sewaktu-waktu/sediakala, sementara niskala berarti tidak berwujud/abstrak. Maka, jalan cerita film mulai membuka pada dua arah gaya bertutur, realisme dan surealisme yang mengiringi perkembangan karakter para pemeran utama dengan dialog bahasa ibu, yaitu bahasa Bali itu sendiri.
Tata kamera yang bagus tergerus dalam teknik still camera dan follow shot (moving object). Atmosfer anak-anak terasa fokus mengambil alih perhatian mata penonton. Sinematografi pun menghantui unsur mistis meski tanpa penampakan yang menyeramkan dan penyuntingan grafis secara digital. Sinematografer Anggi Frisca berani menggabungkan pesona gelap bulan purnama sebagai latar tarian yang dilakukan anak-anak dengan euforia ceria.
Perlahan tapi pasti, artistik nan apik menghipnotis narasi Sekala Niskala yang magis. Terpadu dengan lantunan tata suara yang membungkus hal-hal nyata dan penuh impian dengan peristiwa yang sedang terjadi pada setiap adegan. Bersiaplah untuk mengkhayal agar penonton tidak terlalu lupa dengan hal-hal yang bersifat sakral.
Rasa takut yang menghantui Tantri berhasil dicurahkan melalui daya imajinasi yang tak luput dari kegelisahan hati. Tarian dipercaya sebagai salah satu bentuk ejawantah dalam keadaan cemas. Kultur Bali juga dinilai sebagai lokasi yang keseharian penduduknya masih menjalin hubungan kuat antara tradisi kebersamaan bagi kasta yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Ada penghormatan dari sisi tradisi untuk menggali kepemilikan unsur mistis dalam adegan tari penuh imajinasi.
Hanya saja beberapa adegan saat menyampaikan unsur realisme terlihat kurang berfaedah. Â Seperti adegan sabung ayam yang terlihat berlebihan. Selain itu, kekurangan eksekusi dalam hal yang natural meninggalkan kesan yang tidak alami, misalnya gorden yang tidak ditutup saat semua sudah terlelap dalam tidur di malam hari. Unsur-unsur nyata yang mengarah pada ketidaklogisan semata bisa membuat film terlihat membosankan pada beberapa bagian.
Secara awam, film Sekala Niskala memang berat untuk diterjemahkan. Namun, tempo yang lambat bisa dijadikan renungan untuk masuk memenuhi relung cerita. Filosofi bagi mereka yang percaya dalam hidup; hidup selaras dengan semua yang terlihat dan juga tidak terlihat. Konsep ini yang mendefinisikan Indonesia terdiri dari perbedaan kepercayaan, mitos, dan semesta yang beragam.
Tunggu apalagi, dunia sudah mengakui keunggulan film yang merepresentasi simbol dalam semesta untuk tersirat kepercayaan mistis yang kental. Harmoni yang sungguh menarik bagi penonton yang ingin melihat narasi dalam bentuk visual yang brilian. Jangan sampai layar bioskop mulai menuruni film ini karena tidak mencuri hati penonton anak negeri. Film Sekala Niskala menjadi langka dan wajib disaksikan para pencinta film Indonesia.
Perdamaian dalam  pikiran kita itu akan terwujud jika kita bisa melihat hal-hal tak kasat mata yang berpadu padan dengan kenyataan dengan penuh keyakinan, meski kehilangan itu harus kita hadapi sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H