Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Malam Jumat bersama "Nini Thowok"

16 Maret 2018   02:07 Diperbarui: 16 Maret 2018   04:14 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kultur Jawa dimasukkan secara seimbang untuk mendukung adegan. Ada ritual dengan sesajen yang dipersembahkan untuk menghormati arwah yang telah tiada.

Babak awal mengajak penonton untuk masuk ke dalam kamar terlarang yang penuh misteri. Dengan tempo lambat, penonton harus sabar melihat visual tragedi kematian sang eyang yang penuh misteri. Penyajian yang tidak tergesa-gesa.

Hanya saja jelang tengah dan akhir, cerita tidak intens membuka misteri yang seharusnya bisa menjadi teka-teki karena mudah ditebak. Alim Sudio dan Agnes Davonar yang berjajar sebagai penulis naskah tak pandai melakukan riset panjang untuk menggali lebih dalam cerita legenda itu.

Jump scare pun tidak ada yang bisa membuat penonton kaget. Eksplorasi penampakan sosok hantu membuat penonton bingung. Losmen dipenuhi dengan sosok hantu nenek, hantu anak kecil, dan hantu Nyonya Oei. Hantu-hantu itu sengaja tampil untuk menakut-nakuti dan tidak berhasil masuk demi menjaga konsistensi cerita.

Beberapa adegan horor coba dieksekusi sutradara dengan gaya bercerita yang beda dari film-film horor biasa. Hanya saja penempatan suguhan pesan tidak mampu tersampaikan karena terasa janggal atau terlihat disengaja. Natasha Wilona justru terlihat berlari ke arah hantu yang menggentayanginya bukan kabur ke arah lain. Tidak ada penekanan dalam adegan yang mendebarkan untuk mengungkap makna dari ketakutan itu sendiri.

Adegan flashback pun tidak dikemas melalui visuaslisasi yang bagus. Penonton hanya bisa mendengar narasi dari si Mbok untuk mencari saksi kunci kisah masa lalu yang pernah terjadi.

Lama-kelamaan kisah misteri diungkap terbatas dengan durasi yang cepat. Alur cerita mengalir begitu sederhana sehingga tidak mencapai titik klimaks. Fokus alur hanya terlihat pada upaya mengungkap rahasia pemilik losmen tua tanpa efek ketegangan yang menakutkan. Hantu yang bergantayangan mudah sekali tunduk terhadap manusia.

Akting para pemeran juga masih terlihat kaku untuk membuat penonton peduli dalam setiap tingkah laku yang diperankan. Gangguan mistis yang mereka alami tidak membuat penonton ketakutan.

Sebagai pemeran utama, Natasha Wilona tidak maksimal. Ia hanya jadi magnet untuk menarik jumlah penonton datang ke bioskop. Apalagi ada adegan saat Natasha Wilona sarapan dengan makan kembang tujuh rupa. Selebihnya, adegan hanya menyisakan perputaran waktu dari pagi ke malam dengan transisi diri terhadap cerita ketakutan Nadine yang tidak berkembang.

Tunangan Nadine, Amec Aris (mantan drummer Band Lyla) juga masih terlalu kaku untuk jadi lelaki yang menjaga kekasihnya dari serangan hantu. Ada adegan saat Ia mencari Pak Rahmat ke dalam kamar yang gelap, namun Ia hanya membuka pintu sambil memanggil Pak Rahmat saja. Ia tidak masuk ke dalam kamar dan menyalakan lampu kamar itu. Sungguh adegan yang tidak terkonstruksi dengan baik.

Pak Rahmat dan Mbok Ghirah pun tak mampu menunjukkan posisi peran hingga akhir cerita. Porsi Slamet Ambari dan Ingrid Widjanarko tidak mendapat adegan yang bisa mengukuhkan bahwa mereka justru menjadi tokoh sentral yang seharusnya vital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun