Alangkah banyak alasan untuk mencintai produksi dalam negeri dan sudah merupakan keharusan bagi warga negara untuk mencintai produk-produk dalam negeri sehingga produk dalam negeri bisa bersaing di kancah internasional. Namun, sebagian masyarakat Indonesia sering merasa lebih berkelas ketika memakai produk berlabel luar negeri. Pemerintah juga sudah menyerukan untuk selalu mencintai produk dalam negeri namun masih saja kesadaran masyarakat rendah.
Tantangan yang harus dihadapi saat ini yaitu ancaman. Begitu banyak aset negara berupa budaya dan produk lokal yang siap bersaing dalam sektor industri. Lantas masihkah tagline "Cinta Produksi Dalam Negeri" ada disanubari generasi terkini?.
Kualitas produsen yang rendah akan berakibat pada rendah mutu atau kualitas produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena belum maksimal penerapan sebuah teknologi dalam proses produksi. Kebanyakan masyarakat hanya mengandalkan pengalaman saja tanpa diiringi penguasaan konsep dan teknologi yang membuat tidak maksimal proses produksi.
Permasalahan selanjutnya dalam menjalankan proses produksi, pelaku usaha di tanah air selalu dibayangi masalah finansial atau pendanaan proses produksi. Padahal, untuk menyelesaikan masalah ini, Pemerintah telah memberi bantuan dengan mengucurkan dana usaha bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Namun, apakah bantuan-bantuan yang ditujukan kepada kalangan pengusaha kecil dan menengah itu sudah termanfaatkan dengan maksimal?. Jika tidak, secara tidak langsung keadaan ini mengganggu proses produksi yang membuat produsen lebih memilih untuk menekan biaya produksi hingga seminimal mungkin.
Dua permasalahan klasik diatas merupakan sebagian kecil dari hambatan-hambatan yang membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih rendah mutunya jika dibanding dengan produk-produk yang diproduksi negara-negara maju. Hal ini tentu menjadi ancaman serius bagi pelaku usaha nasional karena kita telah memasuki era ekonomi kreatfi di tahun 2018. Lalu, di tahun 2020 nanti diharapkan barang-barang produksi anak bangsa mampu menyaingi produk luar yang masuk ke Indonesia sehingga produk dalam negeri tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sekelumit pertanyaan pun timbul dalam benak ku. Mengapa sih kita perlu mencintai produk dalam negeri? Apa sih manfaatnya buat kita?. Semua pertanyaan tersebut terjawab dalam nangkring hari ini di Crematology Caf, Jakarta Selatan. Apalagi tema yang dibicarakan tentang Budayakan Cinta Produk Dalam Negeri, Berdayakan Pelaku Industri Dalam Negeri.
Tampak pembicara yang hadir begitu kompeten, ada Haris Munandar (Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian), Akhyari Hananto (Founder & Editor in Chief Good News From Indonesia), dan Iwet Ramadhan (Founder TIK, Jakarta Creative Hub, dan Penyiar Radio). Mereka menjelaskan secara gamblang bahwa fenomena yang terjadi yaitu konsumen Indonesia lebih senang membeli barang-barang impor sehingga yang akan memetik manfaat terbesar adalah produsen barang di luar negeri. Uang konsumen justru mengalir ke luar tanpa ada manfaat ekonomi ke dalam negeri.
Padahal, jika kita telusuri lebih lanjut, ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh ketika kita sudah mencintai produk Indonesia, diantaranya:Â
1. Produksi dalam negeri meningkat
2. Menambah besar skala usaha dalam negeri
3. Menambah jumlah investasi di Indonesia
4. Meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan
5. Mengurangi angka kemiskinan dan kriminalitas
6. Menambah jumlah pendapatan nasional
7. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara
8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dari hal-hal yang dipaparkan di atas, aku teringat dengan kolaborasi yang pernah aku lakukan beberapa bulan lalu. Aku dan tim pernah berupaya mengkolaborasikan produk-produk lokal seperti tenun, anyaman, dan ukiran di wilayah pelosok perbatasan Indonesia. Jika Kompasianer ingin membaca ceritanya, klik disini.
Agaknya kita juga perlu belajar dari masyarakat Jepang yang sangat loyal terhadap barang-barang buatan negaranya meskipun tidak sedikit barang dari luar negeri yang masuk. Karena mereka percaya dengan kualitas produk dalam negeri yang menjadi solusi negaranya untuk menjadi bangsa yang besar.
Sudah seharusnya pelaku usaha di tanah air bisa lebih memahami keinginan konsumen yang tidak mau 'ditipu' dengan dijualnya suatu barang yang harganya tidak sebanding dengan mutu. Maka perlu bagi para pelaku usaha untuk senantiasa meningkatkan mutu dan pelayanan terhadap konsumen dalam negeri, sehingga masyarakat tidak akan ragu memilih untuk menggunakan produk-produknya.
Pemerintah juga tidak boleh lepas tangan. Dalam hal ini peran pemerintah sebagai teladan sangat diharapkan. Bagaimana mungkin masyarakat diminta untuk mencintai produk dalam negeri kalau pejabat pemerintahan sendiri ternyata lebih senang memakai produk-produk luar negeri.
Dari sudut pandang sumber daya manusia, kualitas orang-orang Indonesia juga tidak kalah dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara maju, jika saja kita mau belajar dengan sungguh-sungguh. Hal ini terbukti dengan banyak tokoh-tokoh dan cendikiawan yang berasal dari negara kepulauan terbesar di dunia ini. Namun kemauan saja tidak cukup untuk mengubah segalanya. Fasilitas pendukung pun harus mumpuni agar industri ekonomi kreatif semakin maju. Hal ini yang harus menjadi sorotan lintas generasi agar mampu berkolaborasi untuk menciptakan iklim ekonomi yang semakin sehat.Â
Beberapa hal di atas hanya sebagian kecil caraku mencintai produk dalam negeri. Kebanggaan menggunakan produk dalam negeri sekecil apapun itu merupakan implementasi rasa cinta tanah air yang ingin aku wujudkan. Maka berbanggalah ketika menggunakan produk dalam negeri.Â
Mari kita mulai mencintai produk dalam negeri sekecil apapun itu karena langkah-langkah kecil itulah yang nantinya akan menjadi langkah besar. Cintailah produk Indonesia dengan memilikinya. 'Jika bukan aku, lantas siapa lagi?'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H