Hanya saja Putri dan Yayu mendapat porsi lebih besar dalam cerita sehingga pengembangan karakter mereka begitu terdeteksi alami. Mereka layak mendapat apresiasi Piala Citra sebagai aktris terbaik dan aktor pendukung terbaik dalam FFI 2017. Mereka mampu mengalahkan aktris dan aktor senior di film-film Indonesia lainnya. Lala mampu tampil prima dengan segala dilema yang dialaminya. Sementara karakter Ayah Lala semakin kuat dan tegas saat mengetahui kondisi hubungan anak kandungnya dengan Yudhis tak selalu manis.
Kepiawaian akting pemain mampu ditangkap langsung oleh Edwin sebagai seorang sutradara. Posesif menjadi film panjang ketiga sekaligus film pertama Edwin yang tayang pada jalur komersil. Setelah karya sebelumnya sukses di kancah internasional, seperti "Babi Buta yang Ingin Terbang" [2008] dan "Postcards from the Zoo" [2012]). Edwin mampu menggali potensi yang luar biasa dalam menggarap setiap karyanya. Dengan mempertahankan esensi film sebagai visual yang intens, Ia pantas bersinar menjadi sutradara terbaik FFI 2017 melalui film Posesif.
Kekuatan dari komando eksplorasi Edwin dalam film ini juga begitu mudah dicerna. Ia berupaya menerjemahkan perasaan dalam bahasa visual. Ia keluar dari zona nyaman sehingga rona film lebih gurih untuk dinikmati dan berbeda dengan film-film dengan tema cinta yang lain. Edwin menjebak penonton untuk tidak meninggalkan kursi di bioskop dengan ketegangan yang penuh tekanan.
Dengan pergerakan karakter yang komunikatif kompleks, film ini punya perspektif tema yang diungkap tidak hanya dari satu dimensi saja. Karakter-karakter posesif yang saling beradu argumen dalam film ini tidak semata-mata pretensi belaka. Penonton akan mudah mengerti ikatan emosi saat menonton film ini. Kedekatan masing-masing karakter memberi kesan geram, kasihan, maupun haru dalam film yang terpadu. Ini menjadi film langka yang jarang terjadi dalam tema cinta remaja.
Penonton akan melihat benang merah antara keluarga dan lingkungan yang membelenggu kehidupan Lala. Setiap keputusan yang Lala ambil akan mendapat benturan dari pacar, ayah, bahkan sahabat-sahabatnya. Mereka coba memberi hal-hal yang terbaik untuk kehidupan Lala, meski Lala selalu mengambil langkah sendiri yang tidak pasti. Konflik yang begitu relateable.
Hanya diending saja penulis kurang suka. It sohappily ever after. Selebihnya  memang kualitas film ini turut mengaduk emosi penonton yang tidak hanya sebatas melodrama. Ada realisasi tentang keluh kesah cinta yang begitu dalam dari ungkapan rasa memiliki dan dimiliki. Posesif pun berhasil membuka mata penonton untuk tidak nestapa sama sekali saat melihat romantika kasih sayang diungkap dalam sisi garis keras impresif sekalipun.
Caci maki saja diriku
Bila itu bisa membuatmu
Kembali bersinar dan berpijar
Seperti dulu kala*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H