Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Pengabdi Setan" Menembus 4 Juta Penonton di Bioskop

8 November 2017   13:35 Diperbarui: 8 November 2017   14:01 2250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam urusan teknis, film Pengabdi Setan jelas tak mengecewakan. Selain mampu memanfaatkan desain musik dan suara yang dinamis, pergerakan kamera Ical Tanjung juga bersinergi dengan mulus membuat penonton terkejut. Penciptaan adegan-adegan mistis dengan teknik kamera berlensa wide yang mampu mengecoh penonton dengan unsur kekuatan dutch angle, bahkan close up shot mampu memberi visual menyeramkan. 

Penata sinematografi yang juga masuk nominasi FFI 2017 ini memang sanggup menghadirkan nuansa 80-an berlatar klasik dan mempertegas konsep mise-en-scene film. Warna film pun mampu memanjakan mata para penonton tanpa memaksa nafsu  untuk segera menunjukkan "setan" dan ketakutan yang berlebihan. Ini memberi pengalaman visual berbeda dibanding film-film horor lokal lainnya.Penonton akan menunggu adegan apa yang akan terjadi setelahnya. I agree with the color grading tone and cinematography on this movie.

Allan Sebastian sebagai pengarah artistik juga mampu mendapatkan rumah yang tepat untuk digunakan sebagai setting tempat film ini di daerah Pengalengan, Bandung. Ia mampu merenovasi rumah yang tidak layak huni, bahkan menambah sumur buatan untuk kebutuhan adegan. Aura bangunan rumah terkontrol secara detail memenuhi sudut-sudut ruangan.

Hanya saja penggunaan hand property seperti sisir kurang dieksplore dari sisi visual pada adegan-adegan awal. Sisir bagai pelengkap saja bukan sebagai simbol. Padahal, properti semacam ini bisa dikembangkan pada momen yang pas.

Tim produksi hanya memanfaatkan lonceng sebagai properti dengan simbol khusus yang lekat dengan sosok hantu Ibu. Bunyi lonceng memang memberi makna panggilan dari Ibu kepada anggota keluarga lain. Ibu yang terbaring lemah akan membunyikan lonceng saat Ia ingin makan, minum atau melakukan hal lainnya. Penggunaan properti yang sederhana, namun berdampak pada teror yang terjadi setelah Ibu meninggal karena setiap lonceng itu berbunyi menjadi pertanda bahwa ibu datang lagi ke rumah mereka.

Well, semua tokoh Pengabdi Setan juga ditulis seadanya. Beberapa karakter dibentuk untuk memberi asumsi tentang sosok Ibu yang penuh misteri. Contohnya, pengembangan karakter anak-anak dalam film ini membawa dinamika dalam keluarga untuk mempertahankan eksistensi cerita. Sebagai sosok-sosok yang ditinggalkan ibunya, mereka menghadapi kisah misteri tentang hari ini dan masa lalu yang pernah terjadi.

Penokohan terbaik dalam film ini layak diberikan kepada Ian (M. Adhiyat) sebagai si bungsu yang bisu. Pantas saja Ian masuk nominasi FFI 2017 dalam kategori Pemeran Anak Terbaik dan prediksi penulis Ia akan menang membawa piala citra karena mampu menafsirkan arahan sutradara dengan baik. Tingkah lakunya dalam film menjadi seorang anak yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat mampu membuat penonton menjadi peduli. Nyawa Ian terancam dibagian akhir film dan pengembangan karakternya bisa masuk ke dalam alur cerita. Akting Ian natural, meyakinkan, dan menggemaskan sehingga sukses mencuri perhatian dalam film ini.

Pengembangan karakter Ian yang kuat tidak mampu diimbangi dengan karakter lainnya. Rini sebagai anak pertama dalam keluarga ini tidak mendapat perkembangan karakter yang begitu banyak. Sosok wanita tangguh, mandiri, dan tidak percaya takhayul akan kuat di awal saja. Semakin film berjalan, Tara Basro mungkin cukup keteteran oleh penggunaan aksen dialog seperti pemakaian kata 'kau' sehingga pengembangan karakternya dikurangi dalam naskah cerita ini.

Di awal, Toni juga menjadi sosok anak yang paling dekat dengan Ibu. Sebagai karakter anak pria tertua, Ia diceritakan menyambi bekerja bahkan memiliki keinginan untuk menjadi gigolo demi menghidupi adik-adiknya dan kebutuhan keluarga. Sepulang beraktivitas di luar rumah, Ia menyisir rambut Ibu sehingga saat kepergian Ibu untuk selamanya, Toni pun terngiang dengan bunyi lonceng yang menandakan bahwa Ibu memanggilnya. Karakter Toni juga menjadi eksoterik saat siaran radio yang didengarnya memunculkan ingatan tentang sosok Ibu. Hanya saja semua itu tidak dikembangkan lagi sampai akhir cerita.

Termasuk juga dengan karakter Bondi. Sosok anak yang menyebut kuburan lengkap dengan "areal pekuburan"ini terlihat masih kaku dalam berakting.Ia belum bisa berperan sebagai anak-anak seutuhnya. Dipertengahan film, Bondi tampil layaknya jiwa yang dirasuki makhluk halus. Ia hanya berdiam diri, bahkan sesekali mengambil pisau untuk membunuh Ian. Namun, seiring berjalannya cerita, Bondi menjadi baik-baik saja seolah tak pernah terjadi apapun yang menimpa karakter ini.

Selain karakter anak, Bapak yang diperankan oleh Bront Palarae juga belum menunjukkan kualitas akting maksimal. Jika dilihat dari segi fisik, penulis sempat menganggap bahwa Bront justru berperan sebagai kakek bukan bapak dari keempat anak tersebut. Karakter Bapak semakin tidak hidup karena artikulasi Bront Palarae sebagai aktor asal Malaysia juga belum terlalu fasih mengucapkan bahasa Indonesia. Fokus penonton akan terganggu dan berkata "barusan bapak bicara apa yaa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun