Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Setelah Meraih Predikat Terpuji, Akankah "Cek Toko Sebelah" Meraih Predikat Terbaik?

3 November 2017   15:06 Diperbarui: 4 November 2017   14:38 3201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa pekan lalu, Festival Film Bandung 2017 menobatkan Film Cek Toko Sebelah sebagai Film Terpuji tahun ini. Predikat Film Terfavorit juga pernah diraih dalam ajang Indonesian Movie Actor Awards (IMAA) 2017. Lantas, film ini juga masuk 9 nominasi ajang penghargaan perfilman paling bergengsi yang memperebutkan Piala Citra untuk dibawa pulang. Rabu, 1 November 2017, penulis coba menonton kembali film ini dalam rangkaian acara parade nonton bersama film terbaik Festival Film Indonesia 2017 di Plaza Senayan, Jakarta.

Cek Toko Sebelah (CTS) menjadi film kedua dari Ernest Prakasa setelah film Ngenest. Film CTS diadaptasi dari buku dan masih dijejali anekdot dari pemeran-pemeran pendukung para stand up comedian yang mengundang gelak tawa. Selain menjadi pemeran utama, Ernest juga terlibat langsung sebagai sutradara dan penulis skenario.

Film CTS memang menawarkan rangkaian humor lokal, tetapi setiap jokes berhasil dieksekusi dengan genre drama keluarga sebagai penggerak narasi. Perpaduan ini beresiko tinggi namun berhasil ditepis karena film ini berhasil meraih 2.642.957 penonton. Wajar saja jika film ini juga menjadi film box office terbaik dalam penganugerahan Indonesian Box Office Movie Awards (IBOMA) 2017. Mayoritas gurauan di dalam film ini begitu kental menyelimuti elemen drama yang membuat cita rasa cerita semakin pekat dan melekat.

Cerita diangkat dari tradisi keluarga Tionghoa yang sudah dianggap tidak tabu lagi. Biasanya, keturunan Tionghoa yang sukses, seperti lulusan kuliah dari luar negeri harus menerima kenyataan untuk menjaga toko milik orangtuanya sebagai warisan berharga secara turun temurun. Apabila si anak menolak, orangtua dengan tegas mengeluarkan berbagai jurus yang menyudutkan si anak hingga merasa bersalah.

Sebut saja Erwin Surya (Ernest Prakasa), anak kesayangan dari Koh Afuk (Chew Kin Wah) telah sukses kuliah di Australia dan sudah memiliki jabatan eksekutif di kantornya hingga akan dipromosikan bekerja di negara-negara Asia Tenggara. Erwin mempunyai pacar yang juga berhasil dengan karir cemerlang, bernama Natalie (Gisella Anastasia).

Namun, di sisi lain, Koh Afuk yang memiliki toko kelontong Jaya Baru dengan pesaing tangguh mengharapkan Erwin untuk melanjutkan usaha tokonya. Konflik batin mulai dihadapi Erwin. Meski ia ingin mendobrak tradisi yang ada dengan melanjutkan karier di perusahaan ternama, ia pun berusaha berpikir realistis. Erwin tidak ingin membuat ayahnya kecewa tapi ia juga ingin mengikuti mimpinya sendiri. Namun, Erwin yang dilanda dilema melihat kondisi kesehatan ayahnya yang mendadak sakit akhirnya memutuskan untuk mencoba beralih mengelola toko selama 1 bulan.

Ada banyak hal-hal konyol yang ditemui Erwin selama menjadi bos di toko milik keluarganya tersebut. Mulai dari berkenalan dengan karyawan toko yang bertingkah laku absurd seperti Yadi (Adjis Doa Ibu), Rojak (Awwe), Kuncoro (Dodit Mulyanto), dan Naryo (Yusril Fahriza). Hingga bertemu sosok pelanggan wanita tambun yang sering mengutang yang akrab disapa Bu Hilda (Gita Bhebhita).

Selain Erwin, Koh Afuk memiliki anak sulung bernama Yohan (Dion Wiyoko). Kehidupan Yohan berbanding terbalik dengan Erwin. Meski tidak diceritakan secara mendalam, hanya dimasukkan dalam rangkaian dialog keseharian. Dalam cerita, Yohan pernah terjerat hukuman penjara selama 3 bulan, suka main judi dan memiliki istri dari kalangan pribumi bernama Ayu (Adinia Wirasti) yang tidak pernah direstui hubungannya oleh Koh Afuk.

Permintaan Koh Afuk terhadap Erwin untuk melanjutkan usaha toko membuat Yohan semakin terpinggirkan dalam keluarga tersebut. Hati Koh Afuk yang begitu keras seolah memberi kesan bahwa Yohan dianggap belum bisa mengurus diri sendiri dan istrinya, bagaimana bisa Yohan mengelola toko beserta karyawan-karyawannya jika belum bisa menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang anak lelaki tertua dalam keluarga. Benang merah film ini pun mulai terlihat mengenai sosok Bapak yang membandingkan kehidupan anak-anaknya demi menjaga keutuhan usahanya.

Yohan tidak mau ambil pusing. Ia terus sibuk menekuni profesinya sebagai seorang freelance photographer dan bermain judi bersama teman-temannya yang lucu. Ayu juga terlihat sabar mendampingi Yohan meski suaminya belum bisa mewujudkan mimpi untuk memiliki toko kue sendiri. Padahal, Ayu sempat mendapat penawaran dari mantan kekasihnya bernama Reno (Nino Fernandez) untuk membuka toko kue impiannya di kota lain.

1 bulan berlalu. Erwin harus memutuskan untuk tetap menjaga toko atau meneruskan karirnya. Ego Natalie mulai mempengaruhi keputusan Erwin karena bagi Natalie menjaga toko bukanlah hal terbaik untuk masa depan mereka nanti.

Di sinilah konflik sesungguhnya terjadi. Lama-kelamaan Koh Afuk pun tergiur dengan penawaran jual beli tanah dari seorang pengusaha pengembang real estate,Robert (Tora Sudiro). Dengan gaya komikalnya, Robert yang didampingi sekretaris pribadinya, Anita (Yeyen Lydia) siap membeli kawasan tempat toko itu berada. Meskipun, pemilik toko sebelah Pak Nandar (Budi Dalton) tetap teguh tidak menjual tokonya kepada pengembang tersebut. Koh Afuk harus tetap menjual toko Jaya Baru karena anak-anaknya sulit mengikuti kemauannya. Konflik pun muncul melibatkan ego ayah dan anak.

Durasi terus berjalan. Koh Afuk terpaksa melego tokonya dan menandatangani akte jual beli tanah. Toko kesayangannya bakal terjual sehingga membuat Ia jatuh sakit dan harus mendapat perawatan insentif. Mulailah kedua anaknya tersadar dan menunjukkan kepedulian terhadap kondisi ayah kandungnya. Mereka bertekad menyelamatkan tanah dan toko agar kesepakatan jual beli bisa dibatalkan.

Kedua anaknya mulai memikirkan strategi untuk mencari cara agar kontrak jual beli dengan makelar tanah dapat dihentikan segera. Cerita mengalir dengan adegan yang dipaksakan. Dengan bekerja sama melalui sekretaris pribadinya, sang makelar dibius dengan obat tidur, lalu dibawa ke salah satu kamar hotel untuk difoto dalam frame tidak senonoh bersama sekretaris pribadinya. Foto-foto tersebut menjadi ancaman bagi Robert karena bisa saja diberikan langsung kepada istrinya, Elisa (Melissa Karim). Foto itu dijadikan senjata agar Robert terpojok dan bersedia membatalkan kontrak jual beli.

Cerita pun berakhir gembira. Koh Afuk tidak kehilangan tanah dan tokonya. Yohan siap menjadikan toko kelontong dahulu dengan membangun studio foto dan kedai kue bersama istrinya, Ayu. Sementara Erwin akan melanjutkan karirnya di luar negeri untuk membangun masa depannya nanti bersama Natalie. Kebersamaan keluarga itu pun terlihat rukun.

Salah satu adegan dalam Film Cek Toko Sebelah
Salah satu adegan dalam Film Cek Toko Sebelah
Cek Toko Sebelahdinilai sebagai tontonan yang layak karena bertutur dengan lancar dan menyajikan segala porsi dalam kadar yang pas. Logika cerita berjalan dengan semestinya didukung sisi teknis yang tersusun dengan baik. Kehangatan dan kedekatan antara orang-orang berbagai suku dan etnis begitu terasa dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman tidak dibesarkan menjadi suatu masalah yang kritis.

Dari segi pemeranan, para pemain berupaya untuk berperan secara natural dalam film yang diproduseri oleh Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia ini. Setiap karakter memberi kontribusi yang kuat menjaga intensitas dramaturgi. Chew Kin Wah dan Dion Wiyoko menunjukkan kualitas akting yang tidak diragukan lagi. Mereka mampu memberi kekuatan emosional pada setiap adegan yang dilakukan.

Ekspresi Chew Kin Wah saat terpaksa menjual toko karena tidak ada anak-anaknya yang meneruskan mampu menyirat rasa kehilangan begitu mendalam. Momentum ini diperankan sangat baik oleh aktor berkebangsaan Malaysia, yang juga pernah berperan dalam film My Stupid Boss).

Koh Afuk bersandar di tiang salah satu tembok yang mulai terlihat kosong. Koh Afuk yang sudah lanjut usia, berperawakan kecil dan rambut dipenuhi uban mendorong punggungnya sendiri ke tiang sambil menunjukkan kerapuhan. Mata tampak nanar dan gundah. Air dan raut mukanya pun putus asa. Perlahan Ia terduduk dan kemudian menangis dengan diiringi soundtrackbergaya balada sambil terbayang kisah kecil anak-anaknya (Marvel Adyama sebagai Erwin Kecil & Faisal Alfiansyah sebagai Yohan Kecil) dan istrinya, Ci Lili (Dayu Wijayanto) yang pernah menghidupi keceriaan di toko itu pada masa lalu. Adegan memang hanya beberapa detik saja, namun menjadi akumulasi dari berbagai peristiwa yang telah penonton saksikan di layar sebelumnya.

Dalam film CTS, Dion Wiyoko juga bermain optimal menerjemahkan kegelisahan yang bengal. Pantas saja, ia mendapat penghargaan pemeran pendukung pria terfavorit dalam ajang Indonesian Movie Actor Awards 2017. Peredaman watak dibalik antusiasme yang menggebu memberi penekanan karakter yang wajar dalam balutan ekspresinya. Interaksi antara Dion dan Chew Kin Wah sebagai ayahnya, terasa "menyakitkan". Saat mereka bertukar dialog, ada ketegangan dalam keheningan yang suatu saat siap meledak. Saat momen itu tiba, penonton bisa merasakan sakit antar keduanya. Rasa sakit yang muncul akibat terlalu lama memendam gundah. Saat konklusi dan rekonsiliasi menemukan jalan keluar, haru dan sesak mereka berhasil mengalahkan ego pribadi, mengajak penonton untuk refleksi diri.

Sensitivitas Dion Wiyoko juga mampu membangun chemistry saat harus beradegan sebagai seorang anak terhadap ayahnya, abang terhadap adik kandungnya, dan suami terhadap istrinya. Chemistry semakin menjadi saat Adinia Wirasti dengan paras teduhnya mampu bermain apa adanya sebagai tokoh protagonis paling manis dengan kualitas akting yang semakin matang. Layak jika tahun ini Asti mendapat predikat aktris terbaik, namun dalam film lain seperti Critical Eleven.

Kehadiran sosok Ayu semakin menarik karena dibarengi dengan konflik tersendiri. Ayu tidak hanya menjadi peran pendukung saja, melainkan punya faedah untuk menyambung cerita demi cerita. Ada adegan Ayu saat menceritakan kepada Yohan tentang Reno yang mengajaknya kembali untuk membuka usaha. Lantas, Yohan langsung berkata, "Aku yang mewujudkan mimpimu, bukan orang lain!"

Ayu yang hidup dalam jiwa Adinia Wirasti bagai oase. Ia pun dapat dengan mudah membaca pikiran Natalie yang ingin berbagi keluh kesah tentang Erwin. Karakter Ayu yang  ditampilkan sebagai sosok tenang dan dewasa diperkuat dengan bagaimana olah tubuh dan olah wajah berekspresi apa adanya. Intonasi suara berperan baik mendukung setiap line up dialog apalagi saat Ia harus beradu akting dengan karakter Yohan.

Hanya saja Ernest tampil kurang maksimal karena memang tidak mudah memegang 3 peran sekaligus dalam sebuah produksi film. Selain itu, beberapa dialog berbahasa Inggris juga belum bisa diucapkan secara fasih apalagi dialog tersebut memiliki penekanan saat adegan pertengkaran dengan Giselle.

Perjalanan karakter Erwin pun tidak terbentuk, seolah hanya menjadi idola dari si Naryo atau pelanggan wanita bertubuh tambun yang suka mengutang dan tiba-tiba memuji ketampanan Erwin, lalu berniat menjodohkan Erwin dengan adiknya. Karakter Erwin sulit mendapatkan hati dari penonton.

Sebagai pendatang baru yang merambah dari dunia musik ke film, akting Gisella Anastasia juga belum begitu kuat. Emosi karakter yang diperankan belum keluar sepenuhnya. Hanya pada adegan Natalie yang akhirnya luluh bersedia menjadi istri seorang penjaga toko, ia mampu menstabilkan emosinya.

Pondasi utama drama keluarga bergenre komedi ini berhasil dibangun atas dramatisasi konflik yang dibawakan oleh pemeran-pemeran tersebut. Lawakan dalam bentuk celotehan, pelesetan dan dialog jenaka pun hadir menyela cerita yang terus bergulir. Lontaran dialog dibuat mendekati kejadian sehari-hari atau fenomena budaya populer yang sedang atau sempat terjadi.

Para pemeran pembantu dan cameo juga memberi andil besar dalam setiap adegan keceriaan. Ada karakter Mrs. Sonya (Asri Welas) sebagai scene stealeryang menjadi tokoh bos dari Erwin dengan tata rias wajah menor. Tokoh Asri Welas hadir dengan konsistensi sampai akhir cukup membuat penulis terpingkal-pingkal saat menontonnya. Ia sering menyanyikan lagu "Keluarga Cemara" dan menyuruh orang-orang disekelilingnya untuk bernyanyi bersama. Jika tidak tahu lagunya, maka ia akan bilang "Katrok!" dengan orang-orang disekitarnya bahkan kepada penonton sekalipun. Berkat gimmick jenaka ini, Ia pun mendapat penghargaan dari Indonesia Box Office Movie Awards (IBOMA) 2017 sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik.

Renyahan komedi yang diaduk dengan emosional drama juga disuguhkan ala jebolan stand up dengan nuansa beda. Duet Awwe dan Adjis mengkolaborasikan hal-hal lucu yang menjanjikan pembelokkan humor. Ada Dodit Mulyanto dengan karakter pujangganya berhasil mengeluarkan celetukan puitis untuk mendekati seorang gadis pujaannya dari toko sebelah bernama Tini (Arafah Riyanti).  Didukung dengan tingkah feminim Yusril Fahriza yang terjebak dalam big body, rambut belah tengah, dan jenggotnya yang seperti rumput lapangan futsal. Mereka mampu memberi letupan lelucon yang mengocok perut penonton.

Adegan bermain kartu dengan judi yang melibatkan Yohan dan tiga orang temannya juga mengundang gelak tawa. Ada satu orang keturunan Tionghoa bertubuh kurus, satu karakter perwakilan dari Indonesia bagian timur; dan satu keturunan Tionghoa bertubuh gembul dan berambut mohawkbernama Aming yang selalu teriak saat berkomunikasi dengan ibunya yang tak pernah diperlihatkan di layar. 

Dalam adegan itu, keempat karakter bermain kartu sambil ngobrol ngalor-ngidultentang candaan receh. Humor untuk menyebut tomat, mentimun, dan bengkuang sebagai diferensiasi antara buah atau sayur menghiasi film ini sebagai bentuk hiburan yang lucu. Adegan ini mungkin hanya intermezzo,tetapi bisa dipakai sebagai framing deviceuntuk menjelaskan hubungan karakter Koh Yohan dengan keluarganya yang tak sedekat mereka.

Ada juga adegan berdo'a yang dipanjatkan mereka di depan meja judi menjadi sesuatu candaan yang memang jarang sekali terjadi. Pengaturan mise-en-scene dalam adegan kocak ini pun dieksekusi dengan baik sehingga visual yang jenaka berhasil tampil layaknya obrolan apa adanya. Salut!

Dengan materi lawakan yang continuity, Film Cek Toko Sebelah berhasil menghibur seluruh penonton. Adegan lucu juga hadir saat satpam (Billy W. Polli) di rumah sakit melakukan semacam mediasi antara Yohan dengan Erwin ketika bertengkar. Adegan kurir tengil (Aci Resti) yang mengantar papan nama ke toko juga menjadi guyonan khas yang mengundang tawa, meski hadir tiba-tiba begitu saja.

Cek Toko Sebelah pun seolah memiliki struktur seperti rangkaian fragmen sketsa humor. Setiap perpindahan adegan membuat kita terlepas dari emosi yang sudah terbangun pada adegan sebelumnya. Hal tersebut menjadi efek dari usaha pemberian "panggung" kepada para komika sebagai pemeran pembantu untuk melontarkan banyolan mereka dalam mekanisme improvisasi seorang stand up comedian.

Namun, ada part yang memberi kesan lawakan terlalu dipaksakan alias garing kalau kata Kids Zaman Now. Ambil contoh saja karakter Rohman (Anyun Cadel) karyawan di toko sebelah yang juga menyukai Tini tak bisa menyebut huruf 'r'. Begitu juga dengan staf di kantor Robert yang diperankan oleh Sri Rahayu yang hobi selfie. Sebagai komika yang juga memiliki peran, mereka tak mampu menunjukkan materi yang lucu. Setup, punchlinedan tagtidak bisa diramu ke dalam guyonan khas karakternya.Untung saja cerita begitu cepat membius penonton untuk mengikuti babak demi babak berikutnya.

Setiap film pasti selalu ada celah yang terasa kurang. Pendalaman karakter yang telah berhasil dilakukan oleh para aktor dan aktris juga belum bisa dikenalkan kepada penonton secara mendalam. Ada beberapa tokoh lalu lalang begitu saja, lalu hilang entah kemana. Mantannya Ayu yang tiba-tiba datang tanpa konflik berkepanjangan. Hanya tokoh Anita yang coba diungkap karakternya melalui stalking via instagram yang dilakukan oleh Erwin dan Yohan.

Cek Toko Sebelah juga belum bisa menjadi film yang utuh. Perkembangan karakter tak bisa terasa maksimal. Sutradara sudah mencoba mendekatkan penonton dengan setiap karakternya, apalagi problematika cerita memang dekat dengan kehidupan sosial yang ada. Hanya saja, penuturan terbata-bata, sehingga tujuan Ernest untuk mendekatkan kurang tersampaikan. Ketika penonton sudah berusaha ingin menyatu dengan setiap karakter dan konfliknya, segmen komedi  mendistraksi intimasi dengan karakternya.

Korelasi judul dan cerita tentang persaingan toko dan sosok pelanggan yang sering berhutang juga tidak begitu sampai ke penonton. Judul Cek Toko Sebelah tidak mampu merepresentasi isi film secara keseluruhan. Dipasarkan sebagai bentuk film komedi, nyatanya judul film belum merujuk pada frase yang menyatakan ekspresi pemilik toko yang menganjurkan calon pembelinya untuk membandingkan harga atau kualitas barang ke toko milik pesaing. Hanya tersisa adegan lovable yang really funny saat dua pemilik toko yang 'bersaing' terlihat akur karena Koh Afuk terpaksa menjual tanah tokonya. Adegan lainnya hanya muncul di toko seperti karyawan toko yang naksir karyawan toko sebelah atau karyawan yang akur dalam bekerja maupun yang cekcok dengan canda.

Beberapa detail cerita belum tampak terungkap. Adegan lomba nyeni antar toko untuk menyusun kotak-kotak produk TjePok semacam tempelan saja, tiba-tiba hadir tanpa ada penjelasan di awal cerita. Sama juga seperti adegan Dion Wiyoko yang membayar utang kepada ayahnya sendiri, penonton tidak pernah tahu alasan awal anak sempat berhutang kepada orangtuanya. Lalu cerita setelah Koh Afuk menjual tokonya, kisah toko Pak Nandar (Budi Dalton) dan Bu Hilda yang suka berhutang pun menghilang begitu saja.

Sebagai penulis skenario yang menuliskan permasalahan ranah domestik atau pribadi namun berusaha memberi dampak secara luas untuk semua kalangan ini memang membutuhkan ketelitian. Problematika di dalam plot cerita Cek Toko Sebelah memiliki banyak kekayaan bila dirasakan lewat naskahnya, tetapi hasil di layar tak dapat dirasakan sepenuhnya.

Dengan durasi mencapai 104 menit, Cek Toko Sebelah seolah memiliki keterbatasan dalam memperlihatkan kekayaan naskahnya. Ernest terlalu kreatif untuk menempatkan komedi yang terlalu banyak. Materi-materi komedi tampak menjadi pelarian diri dari plot yang terlalu serius. Lalu, sequence komedi ini tak bisa membaur menjadi satu dengan penuturan plot utamanya dan informasi yang diterima akan terpisah jika sedikit saja penonton hilang fokusnya.

Lantas, film yang dirilis akhir tahun 2016 ini juga belum mampu menawarkan komposisi teknik kamera yang tepat. Misalnya, saat adegan dokter Cahyo (Arief Didu) mendamaikan kakak beradik yang sedang bertengkar di rumah sakit. Padahal, komposisi cerita sudah diatur begitu seimbang memenuhi unsur ruang komedi dan drama keluarga. Beberapa adegan juga kekurangan stock shot sehingga energi dari lensa kamera terasa lewat begitu saja.

Namun, komedi yang pecah berantakan dan mampu membawa perasaan ini terus didukung gurih soundtrackdari The Overtunes dan GAC (Gamaliel Audrey Cantika). Musik dan lirik nyaman mengalun di tiap babak film yang diproduksi oleh Starvision Plus ini. Dari awal durasi irama musik membangun mood film secara apik sebagai pemandu emosi, senyum dan harapan penonton.

Hanya saja pemotongan adegan dan lagu menuju ke adegan berikut terasa terputus. Meski tidak mengganggu kontruksi cerita secara keseluruhan, namun bisa membuat distorsi kembali saat penonton sedang menikmati suasana dramatis yang sedang dibangun membentuk kesatuan cerita.

Ekspetasi penulis pun mulai memprediksi bahwa Film Cek Toko Sebelah sulit bersaing dengan film-film terbaik lain di ajang FFI 2017. Mungkin saja piala Citra hanya bisa dibawa pulang oleh persona Dion Wiyoko atas totalitasnya yang mampu mengungguli kemampuan akting para senior di kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik.

Cerita tentang identitas tradisi Tionghoa yang mengalir rapi dengan alur yang menyita perhatian karena dibumbui ragam komedi masih jauh dari kata mumpuni. Meski penonton tidak akan bosan menikmati film ini karena tema yang diangkat bisa mengajak penonton untuk ikut merasakan apa yang sedang berlangsung dalam adegan demi adegan. Unsur komedi yang begitu segar apalagi dipadu dengan drama keluarga menggelitik serta unsur percintaan yang menyentuh tak mampu membuat jadi padu. Walau plot skenario asli Cek Toko Sebelahkonsisten dalam menjaga perwatakan karakternya.

Alur film yang padat membuat penonton harus sigap beralih ke adegan berikutnya. Sebagai seorang sutradara, Ernest memang mampu mengarahkan dengan jitu kapan materi humor itu harus tampil dan kapan hal itu harus digeser dengan drama. Ernest mampu menempatkan kata berantai menjadi transisi adegan. Hingga akhirnya, Cek Toko Sebelah terasa memiliki efisiensi sebagai bentuk komedi situasi. Ada kejujuran dan kenyataan di kehidupan sehari-hari yang mengendap di lapisan bawah cerita untuk menyampaikan suatu pesan moral.

Di sinilah salah satu keistimewaan Cek Toko Sebelah. Kisah warga keturunan Tionghoa yang teramat sering diabaikan pada film Indonesia. Mereka biasa hanya menjadi comic reliefyang mengeksploitasi stereotipe ras. Hal ini meminggirkan eksistensi mereka. Jati diri ke-Tionghoa-an mulai ditonjolkan untuk merangkul semangat Bhinneka Tunggal Ika melalui bentuk karya audio visual yang terlepas dari kisah ras dan suku semata. Film yang menyampaikan pesan universal bagi siapapun, digarap secara sederhana dalam kemasan ringan.

Kekuatan dari Cek Toko Sebelah juga semakin terlihat pada nilai jual produksi yang dibalut dengan teliti. Parodi brandproduk yang ada di dalam film menjadi salah satu bentuk kehati-hatian Ernest saat mengarahkan film. Hal itu terasa di dalam naskahnya yang ditulis begitu kaya. Hanya saja, dalam translasi menjadi sebuah film, Cek Toko Sebelah tak dapat menjadi sebuah film yang utuh. Hal itu dikarenakan distraksi part komedi yang pada akhirnya menghambat perkembangan konflik sehingga kekayaan naskah dalam menggambarkan isu-isu sosial tak dapat muncul dengan maksimal.

Kerja keras Ernest menggabungkan unsur drama dan komedi menjadi satu paket komplit patut diacungi jempol. Ia mampu membuat penonton terpingkal, sedih, kemudian kembali lagi untuk tawa terbahak dalam momen lucu tanpa jeda panjang. Ernest telah berusaha menampilkan lawakan yang mudah dimengerti dan tidak basi. Lelucon-lelucon kekinian hadir sebagai sindiran kritik sosial. Silih berganti kisah dengan satu benang merah kehangatan keluarga bergulir sehingga film terasa asyik hingga menit terakhir. Cinta, tawa, dan keluarga menjadi kekuatan film ini.

Poster Film Cek Toko Sebelah yang juga mendapat penghargaan Poster Terbaik dalam Indonesia Box Office Movie Awards 2017 (http://images.harianjogja.com)
Poster Film Cek Toko Sebelah yang juga mendapat penghargaan Poster Terbaik dalam Indonesia Box Office Movie Awards 2017 (http://images.harianjogja.com)

Harta yang paling berharga adalah keluarga.

Istana yang paling indah adalah keluarga..

Puisi yang paling bermakna adalah keluarga...

Mutiara tiada tara adalah KELUARGA*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun