Sistem hukum di Negara kita nampaknya mengalami paradoks, dalam realitas potret penegakan hukum ibarat jauh panggang dari pada api. Sehingga menarik apa yang dikatakan oleh Hakim MK belakangan ini, Arief Hidayat, sebagaimana dilansir dalam website MK, Minggu (12/9/2021). Ia menyatakan bahwa pembangunan hukum Indonesia bukan mengarah kepada Negara Hukum dengan sistem rechtsstaat , melainkan sistem hukum yang berdasarkan kepada Pancasila.Â
Pesan dalam pernyataan ini sangatlah mendalam, mengingat para penegak hukum kita dan bahkan akademisi masih mengabaikan Pancasila sebagai sistem Hukum Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi sebuah paradoks.
Negara Hukum Rechtsstaat
Sebelum kita membincang tentang apa itu Negara hukum Pancasila, lebih baik kita samakan persepsi terlebih dahulu, apa sih, rechtsstaat itu? Menurut Friedrich Stahl unsur rechtstaat ada empat yaitu: perlindungan hak-hak manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan, serta adanya peradilan administrasi.
Lain lagi nih, jika menurut Peter Mahmud Marzuki, yang menyatakan sistem civil memiliki tiga karakteristik pertama, kodifikasi, kedua, hakim tidak terikat pada preseden, namun undang-undang sumber hukum, ketiga, sistem peradilan bersifat inkuisional.
Sebenarnya, dalam pandangan H.L.A. Hart semua hukum pada hakikatnya adalah produk legislasi. Sementara adat istiadat dan peraturan common law bisa dihilangkan status hukumnya oleh undang-undang. Sehingga civil law ini digadang sebagai bentuk menifes otonomi hukum. Nah, dalam sistem hukum yang otonom tidak mengkodifikasi teologi khusus, sistem hukum otonom terpisah dari prinsip-prinsip yang mengatutur hubungan manusia dengan Tuhan.
Sistem Hukum Pancasila
Setelah mengurai bagaimana itu sistem rechtsstaat, penting juga kita mengenal landasan hukum Pancasila yang termaktub pada Tap MPR no III/MPR/2000 pasal 1 yat 3 bahwa  "Pancasila sumber hukum nasional" , pasal 1 "sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan perundang-undangan. Serta dalam Undang-undang No. 12/2011 pasal 2 yang juga menyebutkan "Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara".
Pertanyaannya, bagaimana mengukur validitas Pancasila sebagai dasar Negara? Hans Kelsen menjawabnya dengan pandangan bahwa suatu norma adalah norma hukum yang valid, jika norma tersebut telah dibuat dengan cara yang ditentukan oleh tata hukumnya, serta jika norma tersebut belum dibatalkan. Secara ekplisit dalam pembukaan UUD 1945 yaitu di alinea ke 4 jelas Pancasila sebagai dasar negara (konstitusi).
Pancasila sebagai cita-cita hukum memiliki dua fungsi, pertama, fungsi regulatif. Kedua, fungsi konstitutif. Pancasila juga menjadi prinsip-prinsip hidup bangsa, menurut Bernard L. Tanya, et.al. (2015) Pancasila sebagai hukum juga harus memberi fondasi moral-etik.
Apa saja sih, moral etik yang dimaksud? pertama, memberi misi bagi hukum, yaitu mewujudkan Indonesia menjadi rumah bagi semua penghuninya untuk hidup tentram didalamnya. Kedua, memberi landasan etos bagi cara berhukum, etos tersebut dapat berupa sikap gentelman, yaitu mengedepankan kejujuran, berani tanggungjawab, taat asas, menjunjung keadilan, memihak pada kebenaran.