Penelitian ini juga menyoroti bahwa penipuan online tidak hanya terjadi karena kelemahan teknis dalam aplikasi, tetapi lebih banyak disebabkan oleh perilaku pengguna yang kurang memperhatikan keamanan. Dengan 42,38% korban hanya memiliki pendidikan setingkat SMA, kesadaran akan ancaman keamanan digital menjadi tantangan besar di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa sebagian besar pengguna masih menggunakan kata sandi yang lemah atau tidak unik, membuka peluang bagi pelaku untuk mengeksploitasi kelemahan tersebut.
Studi ini memberikan pemahaman bahwa meskipun teknologi bisa membantu dalam memprediksi dan memprofilkan korban, pendekatan pencegahan harus melibatkan edukasi dan pelatihan kepada pengguna tentang pentingnya keamanan digital. Profiling yang akurat dari penelitian ini dapat menjadi alat penting bagi penegak hukum dan penyedia layanan untuk menyusun strategi yang lebih baik dalam melindungi masyarakat dari ancaman penipuan online di masa depan.
***
Penelitian Sunardi, Fadlil, dan Kusuma memberikan kontribusi signifikan dalam memahami profil korban penipuan online di Indonesia. Dengan menggunakan algoritma Nave Bayes dan Decision Tree, yang mencapai tingkat akurasi sebesar 77,3%, penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi data mining mampu mengidentifikasi pola korban dengan baik. Temuan ini menjadi dasar penting bagi pengembangan strategi pencegahan yang lebih efektif, terutama dalam meningkatkan kesadaran akan keamanan siber di kalangan pengguna internet di Indonesia, yang sebagian besar masih rentan terhadap ancaman.
Namun, angka-angka yang diungkapkan dalam penelitian ini, seperti 49,75% korban adalah pelajar atau mahasiswa, menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dalam edukasi digital. Edukasi ini tidak hanya harus menargetkan aspek teknis, tetapi juga kesadaran akan praktik keamanan sehari-hari, seperti penggunaan kata sandi yang kuat dan unik serta pemahaman tentang phishing dan metode penipuan online lainnya.
Dengan implementasi yang tepat, hasil penelitian ini dapat membantu mengurangi jumlah korban penipuan online secara signifikan. Penegak hukum dan penyedia layanan perlu bekerja sama untuk meningkatkan kampanye kesadaran publik dan memperkuat regulasi keamanan digital. Pada akhirnya, keamanan siber bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal perilaku dan kesadaran yang harus dibangun sejak dini.
Referensi
Sunardi, Fadlil, A., & Kusuma, N. M. P. (2023). Comparing Data Mining Classification for Online Fraud Victim Profile in Indonesia. INTENSIF: Jurnal Ilmiah Penelitian dan Penerapan Teknologi Sistem Informasi, 7(1), 1–17. https://doi.org/10.29407/intensif.v7i1.18283
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H