Terutama dari Sudiroatmodjo, Yos Tri dapat belajar mengenai perjuangan hidup yang sebenarnya. Perjuangan hidup yang bukan sekadar diekspresikan melalui gagasan-gagasan kreatifnya ke dalam karya seni (seni patung), akan tetapi melalui kerja konkret sebagaimana kaum jihad yakni memiliki kewajiban di dalam mencukupi kebutuhan keluarga di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Berpedoman pada pandangannya ini, Yos Tri tidak pernah mengenal kata "putus asa" di dalam menekuni profesinya sebagai seniman patung. Ia terus berkarya, sungguhpun disibukkan dengan tanggungjawabnya sebagai pimpinan keluarga dan terombang-ambingkan oleh kondisi ekonomi, politik, dan sosial yang tidak menentu. "Biar serigala-serigala terus melolong dan menghadang langkah, seorang kafilah seni sejati terus berjuang menghadapinya dan melecut kuda perjuangannya. Menuju kaki cakrawala senja."
Beragam Pandangan
Selain pandangan hidup, Yos Tri pula memiliki pandangan lain mengenai seniman patung dan kehidupan seni patung di Yogyakarta. Ia pula memiliki pandangan mengenai seni patung yang berkaitan dengan pasar, lembaga pendidikan, dan kewajiban pemerintah.
Perihal kreator, Yos Tri berpandat bahwa seniman patung masih didominasi oleh kaum Adam ketimbang kaum Hawa. Hal ini dikarenakan proses dan kerja membuat patung lebih menuntut fisik yang pada umumnya dapat dipenuhi atau dilakukan oleh pria ketimbang wanita.
Dalam hal kehidupan seni patung di Yogyakarta, menurut Yos Tri, cukup bergairah. Interaksi antar seniman juga cukup bagus. Demikian pula, kehidupan seni patung di Indonesia cukup menggembirakan. Banyak pematung di Yogyakarta dan Indonesia cukup dikenal di tingkat dunia.
Pandangan yang berkaitan dengan pasar, Yos Tri menegaskan bahwa nasib karya seni patung lebih bebas dari penilaian pragmatis laku atau tidak di pasar. Karena, seni patung tetap dibutuhkan masyarakat dalam situasi dan kondisi apapun.
Berkaitan dengan kewajiban pemerintah terhadap perkembangan seni patung di Indonesia, Yos Tri menyatakan, belum sepenuhnya dilaksanakan. Pemerintah pula belum cukup memberi prioritas lebih kepada hadirnya karya seni patung di dalam ruang publik.Â
Berangkat dari pernyataan tersebut, ia berharap agar para pejabat pemerintah berupaya untuk belajar mengapresiasi seni patung yang mengandung nilai-nilai idealisme dalam kehidupan berpublik dan bernegara. Dengan demikian, perlunya kehadiran karya seni patung di perkotaan, khususnya di kota-kota besar, di tengah pembangunan fisik yang sangat masif itu.
Guna menunjang perkembangan seni patung, Yos Tri berharap agar pemerintah harus turut aktif dalam menunjang kehidupan dan keberlangsungan sanggar seni patung dengan memberikan fasilitas. Mengingat fasilitas itulah yang menjadi kendala serius terhadap keberlangsungan sanggar seni patung.
Pandangan terakhir berkaitan dengan pendidikan seni rupa (patung). Menurut Yos Tri, pendidikan seni rupa patung perlu adanya formulasi seimbang antara teori dan praktik. Selain diperlukan penyediaan spesialisasi atau pembagian ke jurusan khusus bagi anak didik yang berorientasi menjadi seniman patung, teoritisi, atau kritikus. Sehingga, anak didik kelak menemukan spesialisasinya.
***