Namun, sang ibu yang bukan sekadar sebagai istri, ibu rumah tangga, dan ngopeni anak harus mampu mengatasi kondisi lingkungan tersebut. Patung tersebut pula mengandung pesan bahwa seorang ibu harus mampu memberikan nasihat kepada anak-anak publik agar tidak takut, tetap bersatu, dan selalu ingat kepada Tuhan.
Lain karya patung Ibu Pertiwi, lain pula karya patung garuda yang bertajuk Mulat Mobah Hesti Mosik Sang Salira Pati Kaga Mapan Yekti Nuswantara Tan Huwus Mahardika (2009).Â
Patung yang diciptakan dengan menggunakan bahan kayu dan melalui teknik kolase itu melukiskan tentang keprihatian Yos Tri terdahap negara yang berlambangkan burung garuda dan berdasarkan Pancasila, namun masyarakatnya kurang memerhatikannya. Karenanya, patung tersebut dapat ditangkap sebagai harapannya agar masyarakat kembali menghormati lambang negara. Burung garuda yang melambangkan keperkasaan dan kecerdasan publik Indonesia.
Dari Proses Kreatif hingga Pengalaman Tak Terlupakan
Setiap kreator seni senantiasa memiliki proses kreatif yang berbeda. Sungguhpun memiliki fokus pada bidang garap seni yang sama, namun satu kreator dengan lainnya tetap tidak sama proses kreatifnya. Hal ini menunjukkan bahwa kreator sangat bersifat personal dalam proses penciptaan karya seni.
Sebelum proses kreatif dimulai, Yos Tri harus menemukan obyek di sekitarnya yang bisa memberikan inspirasi atau ide serta imajinasi yang melintas di benak kepalanya. Tentu saja, obyek dan imajinasi tersebut berkelindan dengan aspek sejarah, sosial, dan politik.
Ketika obyek apa yang akan divisualkan ke dalam karya patung itu ditemukan, Yos Tri tidak bergegas mengeksekusinya. Terlebih dahulu, ia merenungkan obyek itu dalam waktu relatif panjang. Hal ini dikarenakan, bahwa karya patung merupakan suatu simbolisasi pembahasaan mengenai situasi kondisi tertentu. Sebagai misal, sewaktu akan menggarap patung Dipanegara, ia harus melakukan riset (meninjau situs), membaca buku, dan wawancara untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang tokoh yang divisualkan ke dalam karyanya.
Langkah awal yang harus dijalani, Yos Tri membaca buku Pahlawan Dipanegara Berdjuang (Bara Api Kemerdekaan nan Tak Kundjung Padam) karya Sagimun MD (Jakarta: Gunung Agung). Melalui buku itu, ia mendapatkan informasi tentang spirit perjuangan Dipanegara yang diikuti oleh tokoh-tokoh, di antaranya: Sentot Ali Basya, Kiai Maja, dan masih banyak yang lain.
Guna meyakinkan kebenaran informasi perjuangan Dipanegara yang diperoleh dari buku Pahlawan Dipanegara Berdjuang, Yos Tri melakukan wawancara langsung dengan RMP Sumandar, R. Sosrosudoro, dan J. Ch. R. Poedjasoedira, pakde-pakdenya yang tinggal di Magelang. Melalui ketiga pakdenya yang semula mendapatkan kisah perjuangan Dipanegara dari Raden Tumenggung Kertinegara eyangnya, ia mendapatkan banyak informasi yang sangat dibutuhkan.
Dalam mendapatkan karakterisasi Dipanegara, Yos Tri melakukan pengamatan wajah Dipanegara yang dicipta oleh pelukis tersohor Raden Saleh. Selanjutnya hasil pengamatan itu dieksplorasikannya hingga mencapai karakteristik Dipanegara dengan berdasarkan data-data, penafsiran, dan imajinasinya.