Pada era pemerintahan Jayanagara, Majapahit diwarnai dengan intrik-intrik politik internal yang mengarah pada praktik makar dari para punggawanya. Terbukti pada masa itu muncul beberapa praktik makar yang dilakukan oleh Mandana, Pawagal, dan Ra Semi (1316); Mpu Nambi (1316); serta Ra Kuti (1319). Makar Ra Kuti tersebut mendapatkan dukungan dari Ra Yuyu, Ra Tanca, dan pasukan Winehsuka.
Akibat makar Ra Kuti, Jayanagara yang mendapat kawalan Jaka Mada beserta pasukan Bhayangkari mengungsi ke Desa Bedander. Oleh Jaka Mada, praktik makar Ra Kuti berhasil ditumpas. Sesudah keamanan Majapahit sudah terjamin, Jayanagara kembali ke istana Majapahit.
Karena menghendaki tahta Majapahit tidak jatuh di luar keturunannya, Jayanagara berhasrat menyunting Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat yang merupakan saudara seayah lain ibu. Hasrat Jayanagara ini ditentang oleh Jaka Mada.
Maka muncul penafsiran dari sebagian sejarawan, Jaka Mada yang memerintahkan Ra Tanca (tabib istana) untuk membunuh Jayanagara. Sesudah Jayanagara tewas, Jaka Mada membunuh Ra Tanca. Ini dimaksudkan agar dalang pembunuh Jayanagara tidak diconangi oleh keluarga istana, para punggawa, dan rakyat Majapahit.
Sesudah kemangkatan Jayanagara, Gayatri mengangkat Dyah Gitarja (Tribhuwana Wijayatunggadewi) menjadi raja Majapahit (1328-1350). Semasa pemerintahannya, muncul praktik makar dari wilayah Sadeng dan Keta. Oleh Adityawarman dan Tribhuwana sendiri, makar tersebut berhasil dibasmi.
Pada tahun 1350, Tribhuwana Wijayatunggadewi mengundurkan diri dari jabatan raja untuk bergabung sebagai anggota Sapthaprabhu. Sebagai pengganti raja Majapahit adalah Hayam Wuruk.
Di masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), terjadi peristiwa berdarah akibat Perang Bubat. Perang antara pasukan Majapahit di bawah komando Rakryan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada versus rombongan pengantin dari Sunda di bawah pimpinan Maharaja Linggabuana.
Perang tersebut muncul karena Linggabuana tidak bersedia mematuhi perintah Gajah Mada agar Dyah Pitaloka Citraresmi diserahkan pada Hayam Wuruk sebagai tanda takluk Sunda kepada Majapahit, dan bukan sebagai istri.Â
Paska pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami masa surut. Semasa kekuasaan Wikramawardhana (1390-1428), terjadi Perang Paregrek. Perang saudara antara Wikramawardhana (Majapahit Barat) dengan Bhre Wirabhumi (Majapahit Timur) pada tahun 1404. Perang tersebut mengakibatkan gugurnya Bhre Wirabhumi di tangan Bhra Narapati (Kakawin Nagarakretagama) atau Raden Gajah (Serat Pararaton) pada tahun 1406.
Selain Perang Bubad, Perang Paregreg, dan makar; Majapahit di masa pemerintahan Dyah Kertawijaya (1447-1451) diwarnai dengan pembunuhan penduduk Tidung Gelating oleh Bhre Paguhan (putra Bhre Tumapel). Peristiwa kelam pun menimpa Dyah Kertawijaya.
Menurut Serat Pararaton, Dyah Kertawijaya turun tahta sesudah dikudeta dan dibunuh oleh Rasajawardhana yang kemudian menjadi raja Majapahit pada tahun 1451-1453. Sepeninggal Rajasawardhana, Majapahit dalam kekosongan pemerintahan (1453-1456).