Semasa pemerintahan Kertajaya (1182-1222), Tumapel dipimpin oleh seorang Akuwu yakni Tunggulametung. Menurut Serat Pararaton, Akuwu Tunggulametung dibunuh oleh Ken Arok. Motivasi pembunuhan tersebut, karena Ken Arok ingin menikahi Ken Dedes yang diyakini sebagai wahyu keprabon (wahyu raja).
Dengan mendapat dukungan para pendeta Buddha dan Hindu yang membelot pada Kertajaya, Ken Arok menyerang Kadiri (1222). Akibat serangan itu, Kertajaya berhasil ditaklukkan.
Berkat kejayaannya atas Kadiri, Ken Arok menobatkan diri sebagai raja di Tumapel yang kelak dikenal dengan Singhasari sejak pemerintahan Ranggawuni (Wisnuwardhana).
Menurut Serat Pararaton bahwa selagi berkuasa selama lima tahun (1222-1227), Ken Arok dibunuh oleh Anusapati yang merupakan putra Ken Dedes dan Akuwu Tunggulametung. Oleh Mapanji Tohjaya (putra Ken Arok dan Ken Umang), Anusapati dibunuhnya. Oleh Ranggawuni (putra Anusapati), Tohjaya berhasil dibunuhnya. Sejak itu, Ranggawuni menobatkan diri sebagai raja di Singhasari.
Paska pemerintahan Ranggawuni (1254), Singhasari dikuasai oleh Kertanagara (1254-1292). Semasa menjadi raja, Kertanagara memerluas wilayah kekuasaannya melalui Ekspedisi Pamalayu.
Gegara pasukannya banyak dikirim ke luar Jawa untuk merealisasikan misi itu, Arya Wiraraja yang kecewa karena diturunkan pangkatnya oleh Kertanagara menghasut Jayakatwang (adipati Gelanggelang) untuk memberontak pada kekuasaan Kertanagara. Pemberontakan Jayakatwang menuai hasil gemilang.
Sesudah Kertanagara tewas, Jayakatwang menjadi raja. Tetapi pusat pemerintahannya tidak di Singhasari (Malang), melainkan di Daha (Kadiri) pada tahun 1293.
Belum lama menjadi raja, kekuasaan Jayakatwang di Daha digulingkan oleh Dyah Wijaya (menantu Kertanagara). Keberhasilan makar Dyah Wijaya tersebut karena memanfaatkan pasukan Tartar (Mongolia) dan mendapat dukungan dari para pengikutnya -- Arya Wiraraja, Ranggalawe, Mpu Nambi, Lembu Sora, Mahisa Nabrang, dan lainnya. Sesudah pasukan Tartar diusir dari tanah Jawa, Dyah Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit atau Wilwatikta (Majakerta) pada tahun 1293.
Pada awal pemerintahan Dyah Wijaya, Majapahit dihadapkan pada intrik-intrik politik yang dilakukan oleh Halayuda (Kakawin Nagarakretagama) atau Mahapati (Serat Pararaton). Berkat ambisinya untuk menjadi Rakryan Mapatih Majapahit, Halayuda menyingkirkan tokoh-tokoh kunci, antara lain: Ranggalawe, Lembu Sora, dan Mpu Nambi.
Sesudah ketiga tokoh kunci yang diklaim oleh Dyah Wijaya akan melakukan makar terhadap kekuasaannya itu tewas, Halayuda menjadi Rakryan Mapatih Majapahit semasa pemerintahan Jayanagara (1309-1328).
Namun sebelum akhir pemerintahan Jayanagara, Halayuda yang dikenal sebagai Sengkuni Majapahit itu dibunuh oleh Bekel Jaka Mada (pimpinan pasukan Bhayangkari) yang kelak dikenal dengan Gajah Mada.