HAMPIR setiap kreator seni, termasuk koreografer, bahwa penciptaan karya selalu diawali dengan ide. Tanpa ide yang diperoleh melalui obyek inspiratif, aktivitas keseharian, atau kontemplasi; seorang koreografer mustahil dapat menciptakan karya tari.
Sebagaimana koreografer lain, Agus dalam penciptaan karya tari senantiasa diawali dengan ide. Berkaitan dengan ide, Agus menuturkan, "Semua karya tari bermula dari ide.Â
Gambarannya begini. Ketika saya punya ide untuk menciptakan tari gerakan Minthi (anak Menthok), maka saya akan mengamati secara detail bagaimana cara jalan, tingkah laku, dan keceriaannya ketika berkelompok.Â
Setelah itu, saya membuat ilustrasi musik yang disesuaikan dengan keceriaan dan kelincahan si Minthi. Ketika saya mengeksekusi ide itu, tentu ada gerakan tambahan yang menyesuaikan."
Dari penjelasan Agus dapat ditarik suatu pemahaman bahwa koreografi yang diciptakannya bermula dari ide. Sesudah ide diperoleh, Agus melakukan pengamatan (riset) terhadap obyek dan perilakunya. Ketika pengamatan sudah mencapai tingkat kedetailan, Agus mengekspresikan perilaku obyek tersebut ke dalam karya dan dikawinkan dengan ilustrasi musik yang selaras.
Selama menekuni proses kreatifnya, Agus memiliki pengalaman yang sangat menarik dan berkesan. Pengalaman yang tidak terlupakan itu dituturkannya dengan polos, "Pengalaman yang menarik selama saya menekuni proses kreatif bersama Giyan Lakshita adalah event pentas pada bulan Juli 2019.Â
Kami diminta mengisi acara di Taman Mini Indonesia Indah. Waktu itu kami membawa rombongan sekitar 40 orang; 20 penari, 15 pemain musik, dan sisanya perias dan perlengkapan.Â
Karya tari yang kami tampilkan adalah Kentongan, Lempong, Lanus, Jamu Gendhong, Nderes, Bathik, dan Ebeg. Satu yang membanggakan bagi kami adalah apresiasi langsung dari Bupati, Kepala Dinas P dan K, dan beberapa dinas lain yang menyertai. Ini yang pertama kali Bupati berkenan hadir dalam acara di TMII Anjungan Jawa Tengah.Â
Para apresian yang hadir dari Paguyuban Ngapak, Republik Ngapak, dan beberapa paguyuban lain di Jakarta. Menurut Kepala Anjungan Jawa Tengah, penampilan kami disaksikan penonton terbanyak ketimbang pementasan lain. Kami pun lihat, ketika pentas selesai, penonton tampak berat untuk beranjak dari tempat duduknya."
Tari sebagai Media Interaksi Sosial
SEORANG koreografer berbeda dengan sastrawan atau perupa yang cenderung berkarya secara individual. Seperti sutradara teater-sinetron-film, dalang, atau musisi; seorang koreografer di dalam mengekspresikan karyanya senantiasa melibatkan orang lain, yakni: penari, pengrawit, penata busana, penata rias, penata lampu, penata panggung, dll.