Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Fotografi Membaca Keresahan Ibu

8 Agustus 2019   09:42 Diperbarui: 8 Agustus 2019   12:22 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Resah, Karya Bakhtiar Rahman, Cilacap (dok. Bakhtiar Rahman/DKC)

FOTOGRAFI yang merupakan salah satu genre seni rupa tersebut mengalami perkembangan sangat pesat pada era digital. Terlebih ketika android lengkap dengan kamera canggih, banyak fotografer amatiran bernyali untuk berkarya dan memublikasikannya ke media sosial, semisal: facebook, pinterest, twitter, instagram, blog, atau web. 

Sungguhpun karya-karya fotografer amatiran masih berupa selfie atau wefie, namun kehadirannya semakin menyemarakkan dunia fotografi yang semula cenderung dimiliki oleh para fotografer profesional. Fotografer yang senantiasa memertimbangkan unsur estetika dan artistik. Sehingga kehadiran karya tersebut bukan sekadar memotret obyek; namun menyimpan gagasan kreatif yang disampaikan baik secara eksplisit maupun implisit kepada publik.

Dengan senantiasa memertimbangkan unsur estetika dan artistik, maka seorang fotografer dapat dianggap sebagai bagian dari perupa. Dengan demikian, karya fotografi yang diciptakan oleh fotografer tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu genre karya seni rupa. Karya yang pantas diapresiai publik karena mengandung nilai dan makna sesudah mendapat sentuhan imajinasi, interpretasi, dan kontemplasi.

Dikarenakan karya fotografer dengan memenuhi unsur estetika dan artistik susah diciptakan, maka tidaklah banyak kreator yang menekuni profesi tersebut. Maka bagi seorang fotografer yang setia berkreasi di bidang fotografi layak mendapatkan angkatan topi.

Bakhtiar Rahman adalah fotografer yang tetap setia menekuni art of photography (seni fotografi) di tengah maraknya foto digital produk fotografer amatiran. Bila mengamati karya-karyanya, ia cenderung tertarik mengusung tema sosial dan kearifan lokal. Terutama tema yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat nelayan tersebut diusung dalam karyanya bertajuk Resah.

Keresahan Ibu  

DIAKUI bahwa karya fotografi yang berhasil bila sanggup berbicara tidak sebatas visual. Karya tersebut harus merangsang imajinasi dan kontemplasi publik yang secara implisit menyimpan makna. Sehingga bila dijabarkan, makna yang tersirat dalam karya fotografi tersebut dapat ditekstualkan hingga memberikan pengetahuan kepada publik. Inilah nilai lebih dari suatu karya fotografi.

Secara visual, karya Bakhtiar yang bertajuk Resah cukup artistik dan tematik. Figur ibu dengan seorang bocah berlatar belakang perahu dan rumah berdinding kayu melukiskan keduanya tinggal di lingkungan masyarakat nelayan. Wajah mereka tampak sendu hingga mengesankan betapa beratnya beban hidup yang mereka tanggung. Nasib mereka tergantung pada laut. Bila laut yang menggambarkan kebesaran Tuhan tersebut melimpahkan berkah berupa ikan-ikan, mereka dapat makan cukup. Bila laut tidak sedang bersahabat, sepi ikan, dan perahu terpekur di daratan; mereka harus mengencangkan ikat pinggang.

Penghasilan nelayan yang relatif kecil membuat seorang ibu yang cenderung berpikir dengan rasa ketimbang logikanya tersebut menjadi resah. Khawatir mengenai keberhasilan masa depan anaknya. Mengingat keberhasilan tersebut harus ditopang dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari dunia akademis. Sementara, beaya pendidikan di Indonesia masih sangat besar. Terlebih ketika anak ingin mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Keresahan seorang ibu akan masa depan anaknya karena tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi bisa dirasakan melalui karya Bakhtiar. Keresahan yang bisa dimaklumi. Mengingat pandangan orang Jawa, bahwa tidak ada warisan paling berharga dari orang tua kepada anaknya selain kepandaian dan keahlian. Dengan kepandaian dan keahlian itulah, seorang anak memiliki kunci guna membuka pintu keberhasilan masa depan.

Berbagi Rasa

MENYAKSIKAN karya Resah, publik tidak hanya menangkap kekhawatiran ibu akan masa depan anaknya yang lahir dari benih suaminya, namun pula merasakan empati Bakhtiar terhadap kehidupan nelayan dengan penghasilan pas-pasan.

Empati Bakhtiar yang divisualkan melalui karya Resah, tentu menjadi empati publik. Inilah letak fungsi karya fotografi sebagai media berbagi rasa. Baik apa yang dirasakan obyek (foto ibu dan anak) maupun fotografer (Bakhtiar), dan kemudian dirasakan publik itu sendiri.

Hingga akhirnya kesadaran timbul bahwa karya fotografi dapat memberikan kesadaran pada publik perihal interaksi horisontal yang dinamis antara kreator, obyek, dan publik. Suatu interaksi yang mengarah pada spirit berbagi kasih pada sesama. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun