Karena dalam pemerintahannya, Arya Pangiri lebih mengutamakan kepentingan orang-orang Demak ketimbang orang-orang Pajang, Pangeran Banawa (putra Sultan Hadiwijaya) yang mendapat dukungan Panembahan Senapati itu melakukan makar. Akibatnya Arya Pangiri berhasil dilengserkan dari tahta kekuasaannya sebagai sultan di Pajang. Paska pemerintahan Arya Pangiri, Pangeran Banawa yang semula menjadi adipati di Jipang dinobatkan sebagai sultan di Pajang (1586-1587).
Mataram Islam     Â
Paska pemerintahan Pangeran Banawa pada tahun 1587, Kesultanan Pajang hanya berstatus sebagai bawahan Mataram. Bisa dikatakan bahwa Mataram merupakan kerajaan merdeka tanpa bayang-bayang Pajang. Sebab itu, Panembahan Senapati memiliki hak penuh untuk melakukan ekspansi wilayah kekuasaan ke Jawa Timur.
Sesudah Panembahan Senapati menundukkan Madiun hingga menjadikan Retna Dumilah (putri Adipati Rangga Jumena) sebagai permaisuri kedua, Adipati Pragola I dari Pati melakukan makar terhadap Mataram. Makar tersebut karena Mustikajawi yang merupakan saudara kandungnya dan sekaligus permaisuri Panembahan Senapati telah diduakan dengan Retna Dumilah. Berkat ketangguhan pasukan Mataram, pemberontakan Adipati Pragola I berhasil dipadamkan.
Praktik makar yang terjadi di Mataram sejak pemerintahan Panembahan Senapati hingga Sunan Amangkurat I tidak hanya terjadi sekali, namun beberapa kali. Semasa pemerintahan Raden Mas Jolang (1586-1587), Mataram dihadapkan praktik makar Pangeran Puger (adipati Demak) dan Adipati Jayaraga dari Panaraga. Semasa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), Mataram dihadapkan praktik makar Adipati Pajang, Adipati Pragola II, para ulama Tembayat, dan Adipati Ukur. Semasa pemerintahan Sunan Amangkurat I (1645- 1677), Mataram dihadapkan praktik makar Panembahan Ageng Giri dan Trunajaya. Berkat makar yang dilakukan Trunajaya itu, Mataram mengalami keruntuhannya.
Kartasura, Surakarta, Yogyakarta, Praja Mangkunegaran
Melalui kerjasama dengan VOC, Sunan Amangkurat II berhasil menangkap dan menjatuhi hukuman mati pada Trunajaya. Sesudah kematian Trunajaya, Sunan Amangkurat II yang semula menjadi raja di Tegalarum mendirikan Kasunanan Kartasura.
Selama keberlangsungannya, Kasunanan Kartasura dilanda perang saudara yang terpicu untuk mendapatkan tahta kekuasaan. Berdasarkan catatan sejarah, terjadi tiga kali perang saudara di Kartasura yang dikenal dengan Perang Suksesi Jawa I, Perang Sukesesi Jawa II, dan Perang Suksesi Jawa III yang berlangsung sejak era Kasunanan Kartasura hingga awal Kasunanan Surakarta.
Perang Suksesi Jawa I antara Sunan Amangkurat III versus Pangeran Puger yang mendapat dukungan VOC dan Arya Mataram. Perang Suksesi Jawa II antara Sunan Amangkurat IV versus Arya Dipanagara, Pangeran Blitar, Pangeran Purbaya, dan Arya Mataram. Perang Suksesi Jawa III antara Sunan Pakubuwana II hingga berlanjut pada Sunan Pakubuwana III versus Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said (Pangeran Samber Nyawa).
Akhir Perang Suksesi Jawa III ditandai dengan Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1757). Dari Perjanjian Giyanti, lahirlah Kesultanan Yogyakarta yang merupakan wilayah kekuasaan Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwana I). Sementara dari hasil Perjanjian Salatiga, lahirlah Praja Mangkunegaran yang merupakan wilayah kekuasaan Raden Mas Said (KGPAA Mangkunegara I). [Sri Wintala Achmad]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H