Banyak asumsi dari sebagian sejarawan bahwa Majapahit melalui spirit Sumpah Palapa Gajah Mada telah berhasil menguasai nusantara. Pendapat yang bersumber dari Serat Pararaton tersebut dikuatkan oleh Muhamad Yamin dalam bukunya Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara.
Di dalam buku tersebut, Muhammad Yamin yang menggambarkan sosok Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada melampirkan secarik peta wilayah Majapahit yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud dengan judul "Daerah Nusantara dalam Keradjaan Madjapahit".
Pendapat Muhammad Yamin perihal Majapahit yang berhasil menguasai wilayah-wilayah nusantara meliputi Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Papua, Nusa Tenggara, dan lain-lain berkat Sumpah Palapa Gajah Mada tersebut tidak sejalan dengan pendapat Hasan Djafar. Seorang arkeolog, ahli epigrafi, dan sejarah kuna yang bekerja di Museum Nasional.
Menurut Hasan, meski Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha terbesar, namun tidak pernah menguasai nusantara. Hasan mengungkapkan dalam etimologi "menguasai" mengandung kesan seolah-olah ada daerah atau wilayah taklukan serta upeti yang disetorkan dari penguasa daerah kepada Raja Majapahit.
Wilayah kekuasaan Majapahit pada masa kejayaannya, menurut Hasan, sekadar menunjukkan hubungan Majapahit dengan daerah-daerah sekitarnya yang bersifat "mitra satata" (sahabat setara) atau mitra dalam kedudukan sama tinggi.
Dalam hal ini, Majapahit dengan pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa, seperti Lasem, Tuban, Gresik, dan Jepara menyediakan tempat bagi berkumpulnya para pedagang seantero nusantara.
Hasan menyebutkan bahwa "nusa" bermakna "pulau" atau "daerah", sementara "antara" bermakna "yang lain". Dengan demikian, nusantara pada masa Majapahit diartikan sebagai "daerah-daerah yang lain". Karena secara faktual berada di luar wilayah Majapahit.
Lantas daerah-daerah lain itu mana saja? Menurut Hasan, daerah-daerah lain tersebut misal Sumatera, Kalimantan, Cina, Arab, dll. Artinya konsep nusantara merupakan koalisi antara kerajaan-kerajaan yang turut bekerja untuk kepentingan bersama dalam keamanan dan perdagangan regional. Sifatnya pun bukan menguasai, sehingga pemberian hadiah tidak bisa dimaknai sebagai upeti.
Sebagai kerajaan adikuasa paska Sriwijaya, Majapahit memang berkepentingan dengan wilayah kerajaan-kerajaan tersebut sebagai daerah tujuan pemasaran dan penghasil sumber daya alam dalam perdagangan.
Namun, hubungannya tidak antara penguasa dan yang dikuasai secara politis. Justru yang tercipta adalah hubungan kerjasama setara, sehingga Majapahit juga berkepentingan untuk mengamankan dan melindungi wilayah-wilayah tersebut.
Kesalahpahaman perihal Majapahit menguasai seluruh nusantara, menurut Hasan, disebabkan para founding fathers Indonesia, terutama Muhammad Yamin, sedang mencari formula untuk menciptakan satu kesatuan Indonesia. Maklum, pada saat itu Indonesia masih terkotak-kotak dalam semangat kesukuan dengan adanya Jong Java, Jong Celebes, dan Jong Sumatera.