KIRANYA sudah menjadi suratan takdir, Suharno memiliki tipe yang tidak mau diam fisiknya. Hingga tidak aneh, Suharno suka berpetualang dari satu daerah ke daerah lain. Berpindah dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain. Hingga dalam perjalanan hidup yang telah dilaluinya, Suharno pernah bekerja sebagai penjual roti keliling, tukang becak, penjual perabot rumah tangga, tukang rongsok, penjual ayam, penjual mie ayam, penjual ikan, nelayan, sales teflon, penjual dawet ayu, bengkel motor, tukang foto keliling, dukun, dan masih banyak lagi.
Bila menyimak catatan hidupnya, banyak orang akan mengira kalau Suharno yang tinggal di Ajibarang (salah satu kecamatan di Kabupaten Banyumas) termasuk orang yang bosanan di dalam hal pekerjaan. Seolah-olah pekerjaan yang pernah dilakoninya itu sekadar kompensasi dari petualangan jiwanya. Namun terdapat suatu anggapan lain, kalau Suharno yang selalu berpindah-pindah pekerjaan itu karena ingin mendapatkan pengasilan finansial yang lebih dari cukup. Penghasilan yang bukan sekadar bisa menghidupi dirinya, namun bisa menyejahterakan keluarganya.
Menanggapi perkiraan-perkiraan dari banyak orang terhadap dirinya, Suharno hanya tersenyum dan wajah tetap tampak sumringah. Mengingat Suharno sendiri memiliki prinsip hidup mengalir seperti air sungai yang tidak pernah memersoalkan ke hilir mana akan dituju. "Urip saderma nglakoni (hidup sekadar dijalani)," ungkapnya ringan.
Ketika sudah mengarungi samudra rumah tangga, Suharno belum menemukan jalan mana yang mengarah ke tempat tujuan hidupnya. Semua pekerjaan yang menghasilkan uang dijalaninya. Hingga suatu waktu, Suharno ingin mendapatkan uang dengan menjadi tukang sulap keliling dari sekolah satu ke sekolah lainnya.
Keinginan Suharno menjadi tukang sulap keliling diwujudkannya. Ketika sudah menjadi tukang sulap keliling, Suharno masih bekerja sambilan sebagai tukang foto keliling dan dukun. Namun sewaktu menjadi dukun, tidak ada seorang pasien pun datang ke rumahnya untuk mendapatkan pengobatan darinya.
Bertemu Marcel Wen
Seiring bertambahnya usia, Suharno belum pula menemukan pekerjaan apa yang bakal digelutinya. Hari-harinya dijalani oleh Suharno dengan bekerja serabutan. Bagi Suharno, setiap pekerjaan yang mendatangkan uang akan dilakoninya.
Hingga suatu hari, serasa ada tangan gaib yang menuntun langkah Suharno untuk bertemu dengan Marcel Wen, seorang illusionist muda dan penari topeng Bian Lian berbakat dari Purwokerto pada tahun 2009. Melalui nasihat Marcel yang waktu itu melakoni pekerjaan sampingan sebagai penjual alat sulap di Mall Sri Ratu Purwokerto, Suharno termotivasi untuk menjadi tukang sulap keliling yang lebih serius dan profesional. Di mana, sulap bukan lagi dijadikan sebagai pekerjaan sampingan, namun sebagai pekerjaan utama yang akan disetiai sampai hayat di kandung badan.
Keputusan sulap sebagai pekerjaan utama telah diwujudkan oleh Suharno. Sebelum adzan subuh berkumandang dari speaker masjid, Suharno sudah terbangun. Dalam hati Suharno berkata, "Rejekiku aja nganti dithothol pitik (rezekiku jangan sampai dipatuk ayam)."
Sesudah mandi dan bersembahyang subuh, Suharno memersiapkan alat-alat sulapnya di dalam tas hitam serta kostum sulapnya. Dengan berbekal motor dan uang saku sekadarnya, Suharno berkeliling dari Sekolah Dasar satu ke Sekolah Dasar lain untuk bermain sulap di hadapan anak-anak pada saat jam istirahat. Sejak itu, Suharno mulai dikenal oleh anak-anak dengan nama Hari Sulap. Namun sebagian anak-anak lainnya mengenal Suharno dengan Pak Sabar. Seorang pesulap yang harus berusus panjang di hadapan anak-anak SD. Anak-anak yang masih susah diatur.
Akan tetapi berkat kesabarannya, Suharno yang mulai menggunakan nama Hari Sulap itu dapat mengatur anak-anak SD dari kelas 1 hingga kelas 6 di halaman sekolah dengan bantuan peluit, layaknya guru Pramuka atau guru olah raga. Sesudah anak-anak itu dapat terkondisikan, Hari Sulap mulai menunjukkan kepiawaiannya di dalam bermain sulap. Dari trick sulap pertama hingga trick sulap kelima.
Ketika trick sulap kelima, Hari Sulap yang pula berprofesi sebagai tukang foto keliling kemudian memotret kelompok siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 dengan ukuran 10-R. Kepada seluruh siswa itu, Hari Sulap berkata dengan renyah, "Hari ini aku memotret adik-adik dengan cuma-cuma untuk dipasang depan kelas sebagai kenang-kenangan. Tapi kalau menginginkan potret itu, adik-adik dapat memesan padaku dengan mengganti ongkos cetak."
Wajah Hari sulap tampak berbinar ketika sebagian siswa memesan untuk dicetakkan foto itu. Karenanya, Hari Sulap pun semakin bersemangat untuk melanjutkan trick sulap keenam hingga kesepuluh. Tidak hanya itu, Hari Sulap pun tidak keberatan saat menyingkap rahasia dari ketiga macam sulapnya pada seluruh siswa. Dari sinilah, seluruh siswa menganggap bahwa sulap bukan permainan sihir, namun benar-benar trick yang dapat dipelajari oleh siapapun dan di manapun.
Jam istirahat sekolah telah selesai. Hari Sulap pun bergegas berpamitan kepada seluruh siswa, guru, dan kepala sekolah. Bukan untuk pulang, tetapi ke sekolah lainnya. Di sekolah itu, Hari Sulap kembali bermain sulap pada saat jam istirahat kedua. Sesudah target bermain sulap di dua sekolah terpenuhi, Hari Sulap pulang dengan membawa uang recehan yang merupakan hasilnya bermain sulap. Sungguhpun pendapatan yang diperoleh terkadang Rp. 50.000 atau Rp 70.000, namun Hari Sulap sudah sangat berbahagia. Menyukuri seberapa pun rezeki yang diberikan Tuhan kepadanya.
Sore harinya sesudah beristirahat, Hari Sulap sering bertandang ke rumah Marcel di Purwokerto. Mengetahui Hari Sulap mendapatkan rezeki yang cukup lumayan melalui sulap, Marcel turut senang. Karena kesungguhan Hari Sulap di dalam menekuni profesinya sebagai pesulap keliling itu tampak sungguh-sungguh, Marcel memerkenalkannya dengan Deddy Corbuzier. Seorang mentalist tersohor di Indonesia.
Sesudah berkenalan dengan Deddy Corbuzier, Hari Sulap diundang sebagai nara sumber dalam acara Hitam Putih di Trans 7 pada tanggal 4 Oktober 2016. Melalui acara Hitam Putih itu, Hari Sulap menuturkan pengalamannya sebagai pemain sulap keliling dari Sekolah Dasar satu ke Sekolah Dasar lainnya di wilayah Purwokerto, Banyumas, Brebes, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, dan Cilacap. Mendengar penuturan Hari Sulap, Deddy sontak bilang, "Amazing!" Tidak hanya itu, Deddy pula melontarkan komentar kepada Hari Sulap, "Yours magic."
Semenjak tampil di acara Hitam Putih, Hari Sulap tidak hanya dikenal oleh masyarakat Ajibarang atau Purwokerto, namun pula oleh sebagian masyarakat Indonesia. Rezeki dalam bermain sulap pun semakin meningkat. Di mana semula hanya mendapatkan gaji Rp 50.000 - Rp 70.000, kini bisa mengantongi uang receh sebanyak Rp 200.000 sehari. Luar Biasa!
Empatratus Sekolah per Tahun
Semangat Hari Sulap untuk bermain sulap keliling sungguh luar biasa. Dalam setahun, Hari Sulap mampu bermain sulap untuk 400 Sekolah Dasar. Ini bukan bualan, namun fakta yang tidak terbantahkan. Mengingat Hari Sulap memiliki banyak surat bukti yang ditandatangani oleh kepala sekolah.
Banyaknya surat bukti tersebut menunjukkan bahwa banyak kepala sekolah yang mengizinkan Hari Sulap untuk bermain sulap di halaman sekolahnya. Sungguhpun demikian, terdapat beberapa kepala sekolah menolak Hari Sulap untuk bermain sulap di lingkungan sekolahnya. Mengingat mereka menganggap bahwa sulap merupakan pangejawantahan ilmu sihir, ilmu setan, atau ilmu jin yang tidak pantas untuk disaksikan oleh para siswanya. Â
Bagi Hari Sulap, penolakan dari kepala sekolah untuk bermain sulap di lingkungan sekolahnya tidak pernah diambil hati. Hari Sulap menyadari bahwa tidak semua kepala sekolah memiliki pengetahuan bahwa sulap dapat membangkitkan daya kritis, meningkatkan kecepatan motorik, serta menggugah spirit belajar ilmu biologi, kimia, fisika, dan psikologi pada semua siswa. Selain itu, Hari Sulap memaklumi bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan tidak semua orang menerimanya.
Terlepas mengenai apakah pemainan sulapnya diterima atau ditolak oleh pihak sekolah, Hari Sulap akan terus bermain sulap kepada anak-anak. Karena selain menjadi darah-dagingnya dan sebagai kail untuk mendapatkan rezeki dari Tuhan, sulap telah dijadikan Hari Sulap sebagai media berbagi kegembiraan dan pengetahuan kepada anak-anak. Ini merupakan satu-satunya buah termanis yang tidak ternilai harganya. Lebih mahal dari emas atau permata. Â Â Â Â Â Â
Berangkat dari pemahaman inilah, Hari Sulap akan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas sulapnya. Karena dengan demikian, Hari Sulap akan diterima di berbagai kalangan. Bukan hanya di kalangan anak-anak Sekolah Dasar, namun di kalangan masyarakat umum. Mengingat sulap telah menjadi media hiburan alternatif masyarakat di tengah era perekonomian dan politik yang tengah terpuruk.
Karena sulap telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kehidupan serta nutrisi bagi raga dan jiwanya, Hari Sulap tidak ingin meninggalkan profesinya sebagai pesulap keliling. Pengertian lain, Hari Sulap ingin menjadikan sulap sebagai pelabuhan terakhir dari petualangan hidupnya yang sangat panjang dan melelahkan. [Sri Wintala Achmad]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H