KEKALAHAN Sultan Agung untuk mengusir VOC dari Batavia memberikan gambaran pada wilayah-wilayah jajahan bahwa pasukan Mataram mulai melemah. Dikarenakan banyak anggota pasukan dan panglima perang Mataram yang gugur ketika melawan pasukan VOC. Faktor inilah yang menyebabkan beberapa wilayah jajahan Mataram ingin melepaskan diri untuk menjadi negara yang berkedaulatan penuh.
Selain melemahnya angkatan perang, beberapa wilayah jajahan Mataram yang ingin melepaskan diri dikarenakan Sultan Agung, seorang raja yang memiliki ambisi besar untuk menjadi penguasa di tanah Jawa. Disebabkan faktor inilah yang pula memengaruhi para ulama Tembayat (sekarang: Bayat, Klaten, Jawa Tengah) untuk melakukan pembelotan terhadap Sultan Agung.
Munculnya pemberontakan para ulama Tembayat paska kegagalan Mataram melawan VOC di Batatavia membuat Sultan Agung geram. Karenanya, Sultan Agung ingin menumpasnya pemberontakan tersebut. Namun sebelum membahas mengenai pemberontakan para ulama Tembayat, terlebih dahulu kita ketahui sejarah Tembayat yang waktu itu banyak masyarakatnya memeluk agama Islam dikarenakan pengaruh Sunan Bayat.
Sejarah Tembayat
Kata Tembayat bersumber dari nama Sunan Bayat yang memiliki nama lain Wahyu Widayat atau Sunan Pandanaran II. Ia merupakan tokoh penyebar agama Islam di Jawa. Ia yang pula menyebarkan Islam di wilayah Bayat, Klaten, Jawa Tengah ini hidup pada zaman Kesultanan Demak pada abad ke-16.
Dikarenakan ajaran agama dari Sunan Tembayat dan keturunannya, yakni: Panembahan Jiwa (putra), Panembahan Minangkabul (cucu), dan Panembahan Minanglangse (cicit); masyarakat Tembayat sangat kental dengan spirit Islam. Sehingga tidak musykil bila banyak ulama lahir dari wilayah Tembayat yang dimulai sejak zaman Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, hingga Mataram.
Di masa pemerintahan Sultan Agung, nama Tembayat sudah tercatat dalam naskah Babad Tanah Jawa. Namun naskah yang ditulis oleh para pujangga Kasunanan Surakarta atas perintah Sri Susuhunan Pakubuwana IV menyebut bahwa para ulama Tembayat melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Sultan Agung paska kekalahan Mataram oleh VOC di Batavia.
Pemberontakan Ulama Tembayat
Dinyatakan bahwa sesudah Sultan Agung gagal mengusir VOC dari Batavia, angkatan perang Mataram mulai melemah. Hal ini yang memicu banyak wilayah jajahan Mataram ingin melepaskan diri untuk menjadi wilayah dengan kedaulatan penuh. Salah satu wilayah yang ingin melepaskan diri dari Mataram dikarenakan inisiasi para ulama tersebut adalah Tembayat.
Muncul suatu dugaan bahwa pemberontakan para ulama Tembayat tersebut karena mereka lebih berkiblat pada Giri Kedaton ketimbang Mataram. Sementara dugaan lain bahwa pemberontakan para ulama Tembayat dikarenakan mereka sepakat dengan Sunan Giri Prapen yang menghendaki agar Sultan Agung tidak ambisius untuk melakukan ekspansi wilayah kekuasaannya.
Pendapat di muka menjadi logis ketika pemberontakan para ulama Tembayat berhasil ditaklukkan oleh Sultan Agung, Giri Kedaton pula melakukan pemberontakan terhadap Mataram. Sesudah kedua pemberontakan itu berhasil dipadamkan oleh Sultan Agung, namun dendam orang-orang Tembayat dan Giri Kedaton terhadap Mataram tetap tersimpan.
Pendapat di muka bisa dibuktikan yakni ketika pemerintahan Sunan Amangkurat I (putra Sultan Agung), Pangeran Kajoran (keturunan Sunan Bayat) dan Panembahan Giri (putra Sunan Giri Prapen) mendukung pemberontakan Trunajaya terhadap Mataram. Hingga tahta Sunan Amangkurat I dapat digulingkan hingga Mataram mengalami keruntuhannya.
Buntut Penumpasan Pemberontakan Ulama Tembayat
Pada era pemerintahan Sultan Agung, wilayah jajahan Mataram membentang dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat. Namun sesudah Sultan Agung mangkat, Mataram mengalami keruntuhan akibat pemberontakan Trunajaya terhadap kekuasaan Sunan Amangkurat I.
Muncul suatu analisa bahwa runtuhnya Mataram karena lemahnya pemerintahan Sunan Amangkurat I. Sehingga Trunajaya yang mendapatkan dukungan dari Panembahan Rama, Pangeran Kajoran, Panembahan Giri, Kraeng Galengsong berhasil melengserkan Sunan Amangkurat dari tahta kekuasaannya.
Akibat keberhasilan Trunajaya di dalam melakukan pemberontakan terhadap Mataram tersebut, wilayah-wilayah yang semula berhasil ditundukkan oleh Sultan Agung, semisa: Surabaya, Gresik, Sidayu, Tuban, Rembang, dan Lasem berhasil dikuasainya. Dari sini bisa disimpulkan bahwa perjuangan Sultan Agung di dalam menaklukkan wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Jawa Tengah seperti tanpa meninggalkan jejak semasa pemerintahan Sunan Amgnkurat I. [Sri Wintala Achmad]