Pendapat di muka menjadi logis ketika pemberontakan para ulama Tembayat berhasil ditaklukkan oleh Sultan Agung, Giri Kedaton pula melakukan pemberontakan terhadap Mataram. Sesudah kedua pemberontakan itu berhasil dipadamkan oleh Sultan Agung, namun dendam orang-orang Tembayat dan Giri Kedaton terhadap Mataram tetap tersimpan.
Pendapat di muka bisa dibuktikan yakni ketika pemerintahan Sunan Amangkurat I (putra Sultan Agung), Pangeran Kajoran (keturunan Sunan Bayat) dan Panembahan Giri (putra Sunan Giri Prapen) mendukung pemberontakan Trunajaya terhadap Mataram. Hingga tahta Sunan Amangkurat I dapat digulingkan hingga Mataram mengalami keruntuhannya.
Buntut Penumpasan Pemberontakan Ulama Tembayat
Pada era pemerintahan Sultan Agung, wilayah jajahan Mataram membentang dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Barat. Namun sesudah Sultan Agung mangkat, Mataram mengalami keruntuhan akibat pemberontakan Trunajaya terhadap kekuasaan Sunan Amangkurat I.
Muncul suatu analisa bahwa runtuhnya Mataram karena lemahnya pemerintahan Sunan Amangkurat I. Sehingga Trunajaya yang mendapatkan dukungan dari Panembahan Rama, Pangeran Kajoran, Panembahan Giri, Kraeng Galengsong berhasil melengserkan Sunan Amangkurat dari tahta kekuasaannya.
Akibat keberhasilan Trunajaya di dalam melakukan pemberontakan terhadap Mataram tersebut, wilayah-wilayah yang semula berhasil ditundukkan oleh Sultan Agung, semisa: Surabaya, Gresik, Sidayu, Tuban, Rembang, dan Lasem berhasil dikuasainya. Dari sini bisa disimpulkan bahwa perjuangan Sultan Agung di dalam menaklukkan wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Jawa Tengah seperti tanpa meninggalkan jejak semasa pemerintahan Sunan Amgnkurat I. [Sri Wintala Achmad]