Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Otobiografi 2] Penciptaan Novel Sejarah, dari Kelayapan hingga Aroma Kemenyan

18 April 2018   00:26 Diperbarui: 18 April 2018   14:46 1906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disinggung di muka bahwa di dalam mencipta novel sejarah, saya sering melakukan riset atau mengunjungi tempat-tempat bersejarah (petilasan), membaca buku-buku, menganalisa, serta mereinterpretasi sejarah yang selama ini diyakini sebagai fakta oleh masyarakat awam.

Dok. Araska Publisher.
Dok. Araska Publisher.
Dengan melakukan riset tempat-tempat bersejarah, saya bisa memeroleh inspirasi perihal setting cerita yang akan dilukiskan ke dalam novel sejarah. Tentu saja di dalam melukiskan setting cerita tersebut tetap mendapatkan intervensi imajinasi subyektif. Mengingat tempat-tempat bersejarah yang saya kunjungi itu sudah mengalami banyak perubahan, dikarenakan putaran roda zaman.

Melalui buku-buku sejarah, saya dapat memeroleh data sejarah yang bersumber dari berbagai teori para sejarawan. Dari sana, saya dapat membandingkan antara teori satu dengan teori lainnya. Kemudian, saya melakukan analisis lebih jauh tentang teori sejarah dari para sejarawan yang paling mendekati suatu fakta.

Dok. Diva Press.
Dok. Diva Press.
Berangkat dari kerja analisis tersebut, saya dapat secara leluasa untuk melakukan reinterpretasi sejarah. Pengertian lain, saya mencoba memberikan fakta sejarah yang seringkali bertentangan dengan persepsi dari masyarakat awam. Hasil dari reinterpretasi sejarah itulah merupakan sumber ide untuk saya olah ke dalam karya novel sejarah.

Apa yang saya uraikan ini lebih tepatnya sebagai proses pra penciptaan novel sejarah. Sedangkan proses sewaktu penciptaan novel sejarah, saya tidak pernah menulis sinopsis. Mengingat alur cerita telah terekam di dalam memori. Karenanya dalam mencipta novel sejarah, saya menggunakan prinsip "mengalir saja". Kenapa demikian? Karena, banyak hal tak terduga yang akan memberikan wow effect dalam novel tersebut dapat ditemukan.

Sungguhpun demikian, saya selalu melakukan revisi berulang kali sesudah novel sejarah itu digarap. Melalui revisi, novel sejarah yang saya cipta akan memiliki alur lebih dinamis dan gaya penceritaan lebih dahsyat. Itulah gunanya melalukan revisi sesudah novel sejarah dirampungkan. Melelahkan memang, sebagaimana membikin judul. Namun langkah itu harus dilakukan. Demi terwujudnya novel sejarah yang layak baca dan pantas diapresiasi publik.

Dari Novel Satu ke Novel Lain

Dalam pra penciptaan novel sejarah dengan judul (kisah) berbeda tentu memiliki proses kreatif yang berbeda pula. Karenanya, tempat-tempat bersejarah yang saya kunjungi serta buku-buku sejarah yang saya baca juga berbeda. Sungguhpun demikian, proses kreatif dalam pra penciptaan novel sejarah dengan judul (kisah) yang berbeda tetap memiliki prinsip sama yakni menempuh kedua proses itu.

Dok. Araska Publisher.
Dok. Araska Publisher.
Hal-hal menarik yang saya temukan selama melakukan riset terhadap tempat-tempat bersejarah ketika akan mencipta novel satu dengan novel lainnya sering berbeda. Sebagi misal, ketika saya akan mencipta novel berlatar belakang sejarah Mataram era pemerintahan Sultan Agung yang bertajuk Centhini: Malam Ketika Hujan (Pengembaraan Mas Cebolang), saya sempat diusir oleh salah seorang juru kunci Makam Raja-Raja Kota Gede karena menggelandang 2 malam 2 hari dan tidur siang di Bangsal Kencur. 

Sebagai gelandangan yang memahami bahwa lingkungan makam harus memberi kenyamanan bagi peziarah atau wisatawan, saya mengikuti perintah juru kunci itu untuk meninggalkan makam. Bukannya pergi dari lingkungan makam itu, tapi melanjutkan tidur sampai sore di area luar benteng makam. Tepatnya, di bangsal depan dekat ruang parkir di bawah naungan pohon Beringin tua (Ringin Sepuh) yang rimbun daunnya.

Selanjutnya sewaktu akan mencipta novel Zaman Gemblung (novel biografi R.Ng. Ranggawarsita III) yang kemudian diterbitkan Diva Press pada tahun 2011, saya yang disertai R. Toto Sugiharto bertemu dengan seorang juru kunci makam R.Ng. Ranggawarsita III (Palar, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah), yang "maaf" belum tahu silsilah sang pujangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun